Thursday 25 April 2013



By: CANRADEWI
                                 PRO:
MIHI IPSI
Hari ini terlihat cerah. Burung-burung berkicau dengan riang, angin bertiup dengan lembut membuat dedaunan beterbangan. Seakan mereka semua menyambut hariku dengan ceria. Tapi, perasaanku saat ini tidaklah seceria mentari yang menyapaku.
 Semalaman penuh aku tidak bisa tidur memikirkan hari ini, hari pertama aku magang disalah satu rumah sakit termewah dikota ini. perasaanku bercampur aduk, merasa senang, takut, sedih, dan gelisah. Mendengar cerita senior-senior tentang masa magang membuat aku tahu sedikit banyak tentang magang. Tapi, perasaanku ini masih susah untuk kukendalikan. Kutarik nafasku dalam-dalam sebelum masuk kedalam ruangan dokter Alfian. Menurut cerita senior-seniorku yang pernah magang ditempat ini , Dr.Alfian itu adalah dokter muda yang sangat teliti, sombong dan pemarah. Kalau sampai salah kasih obat pada pasiennya, dia akan marah tanpa ampun. Dan katanya sih dia juga ganteng, mirip artis. Banyak juga sih seniorku meleleh dibuatnya. Tapi, itu tidak akan berlaku untukku, karena aku paling anti sama cowok yang pemarah.
“Hei… apa yang kamu lakukan disitu?”. Tanya seorang perawat yang baru keluar dari ruangan Dr.Alfian.
“ehm… aaa..ak..aku… mau masuk kedalam”. Jawabku gugup sambil menunduk.
“kamu pasti anak magang baru, siapkan mentalmu sebelum masuk kedalam”. Saran suster itu sebelum meninggalkanku sendiri yang masih berdiri kaku. Kata-kata suster itu semakin membuatku gugup dan takut untuk bertemu dengan Dr.Alfian.
“apapun yang terjadi aku harus tetap memberanikan diri untuk masuk keruangan ini. Ya Allah bantulah aku”. Akhirnya kulangkahkan kakiku menuju keruangan itu. Aku mengetuk pintu itu dan mengucapkan salam, berusaha untuk terlihat sopan.
“masuk…” terdengar suara dari ruangan itu.  Akupun semakin gugup, kubuka perlahan pintu itu, dan segera melangkah menuju meja Dr.Alfian.
“ada apa?” tanyanya dengan nada dingin ketika aku sudah berdiri didepannya, tanpa mengalihkan pandangannya dari laptopnya.
“aku…kuu..aaku mau menyerahkan surat ini Dok”. Jawabku dengan suara yang serak. Dia tetap tidak mengalihkan pandangannya dari laptopnya. Akupun semakin gugup dibuatnya, tanganku gemetar ketika meletakkan surat itu di atas mejanya.
“kamu akan magang disini? Dari kampus mana?”. Tanya masih dengan nada dingin. Dan dia tetap tidak mengalihkan pandangan dari laptopnya.
“aakuu.. eee.. iya aku anak magang baru disini Dok, dan akuuu… dari kampus POLTEKKES”. Jawabku terbata-bata karena sangat gugup. Kurasakan tanganku sangat dingin dan tubuhku terasa gemetar. Akupun masih berdiri mematung didapannya.
“ya sudah, kalau tidak ada lagi yang ingin kamu katakana. Silahkan keluar”. Serunya tanpa menatap wajahku sekali saja.
Akupun melangkah keluar dari ruangannya. “huft… Dokter itu hampir membuat jantungku copot. Dia sangat angkuh dan sombong, kenapa dia tidak pernah mengalihkan pandangannya sekali saja ketika berbicara denganku”. Desisku sambil berjalan keluar dari rungannya.
“kenapa kamu mengatakan aku sombong?”. Katanya tiba-tiba dengan wajah yang terlihat kesal. Akupun sangat kaget ketika melihat dia berada dibelakangku. Aku mencoba tersenyum untuk mengalihkan rasa takutku.
“sebaiknya kamu segera ikut denganku, ada pasien yang gawat darurat”. Katanya sambil menarikku. Aku tidak sempat berkata apa-apa.  Dan tanpa sadar aku sudah berada di UGD.
“kenapa kamu diam saja, cepat bantu aku memasang jarum ini”. diapun memarahiku. Aku hanya diam dan tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku sangat takut melihat darah. Dan sekarang aku sedang dihadapkan pada pasien yang baru saja kecalakaan. Aku sangat syok, kepalaku terasa sangat berat dan tiba-tiba semuanya terlihat gelap.
Aku mencoba membuka mataku secara perlahan-lahan, kulihat sekeliling ruangan.
“sepertinya aku tidak sedang berada dikamarku. Tapi, aku sekarang dimana”. Tanyaku pada seseorang yang berada dihadapanku.
“kamu sekarang ada diruangan perawatan”. Jawab suster itu. Akupun berusaha mengingat apa yang terjadi pada diriku.
“kamu baru pertama magang sudah bikin kekacauan seperti ini, kenapa kamu bisa pinsang pada saat ada pasien yang sedang gawat darurat”. Kata seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul dari belakang si suster. Aku sangat kaget, ketika menyadari bahwa laki-laki yang sedang memarahiku itu adalah Dr. Alfian. Dokter yang sangat galak itu. Aku hanya diam dengan wajah yang sangat pucat, kepalaku juga masih terasa sakit.
“sepertinya kamu masih belum siap untuk magang ditempat ini, sebaiknya aku menarik izin kamu untuk magang ditempat ini”. dia terlihat sangat marah dengan kelakuanku tadi.
“Dok, tunggu dulu…” kataku pada Dr.Alfian, aku segera bangun, dan memohon padanya.
“aku tidak bisa membiarkan seorang perawat yang tidak becus seperti kamu untuk magang ditempat ini”. mendengar perkataannya tersebut membuatku sangat kaget.
“maaf Dok, aku bukan perawat, tapi aaa….aakku… mahasiswi Farmasi”. Jawabku dengan rasa takut yang menyelimutiku. Wajah dokterpun berubah menjadi merah. Dia terlihat menunduk, dan tidak bisa berkata apa-apa. Aku pikir dia pasti sangat malu karena telah memarahiku. Tepatnya marah-marah karena salah paham.
Perlahan-laham dia mengangkat wajahnya dan untuk pertama kalinya aku melihat dia menatap wajahku. “tapi ini semua juga salah kamu. Kenapa kamu tidak mengatakan kalau kamu mahasiswa Farmasi, kenapa kamu hanya diam ketika aku menarikmu keruang UGD. Kalau sampai hal ini terulang lagi aku akan segera menarik izin magang kamu”. Katanya tanpa rasa bersalah dan malah balik memarahiku. Bagaimana caranya aku mau mengatakan itu semua dalam situasi seperti tadi, ini juga salahnya. Dia main tarik aja tanpa menanyakan aku dari jurusan apa. Dasar dokter galak. Tapi, aku hanya bisa diam dan tidak dapat mengutaran unek-unekku.
“ maafkan aku Dok”. Kataku dengan agak terpaksa. Diapun membalikkan badannya dan segera keluar dari ruangan itu. “iii…. Dasar Dokter galakkk”. Desisku ketika sudah melihat dia agak jauh dari ruangan itu.
Setalah merasa agak baikan, akupun segera menuju ketempat Apotek rumah sakit. Sesampainya disana, akupun dihadapkan oleh setumpukan resep yang harus dilayani, untungnya ada salah seorang peagawai yang sangat ramah. Dia masih sempat menunjukkan letak obat-obat dan mengajariku cara untuk melayani pasien dengan baik. Walaupun pelajaran itu telah kudapatkan dikampusku tapi aku cukup terbantu dengan penjelasan singkatnya itu.
“kalau kamu masih kebingungan kamu jangan sungkan-sungkan untuk bertanya padaku atau pada pegawai lainnya. Dan namaku Fani, kamu boleh memanggilku Kak Fani”. Katanya dengan ramah. akupun membalas senyum ramahnya itu. “makasih Kak Fani. Dan namaku Dewi. Aku dari kampus POLTEKKES. Mohon bimbingan Kakak”. Kataku berusaha terlihat sangat ramah.
Hari ini aku melewati hari pertama magang dengan baik dan bisa melayani resep yang sangat banyak itu. “ternyata magang hari pertama sangat melelahkan, rasanya aku ingin langsung sampai rumah dan merebahkan tubuhku ini dikasur yang empuk. Bantal-bantalku tunggu aku, aku segera pulang”. Seruku sambil menunggu angkot. Aku melirik Jam yang ada ditanganku dan ternyata sudah menunjukkan pukul 21.00 WITA. Kalau jam segini angkot sudah jarang lewat didaerah sini. Apa yang harus kulakukan, masa aku harus naik taksi. Bisa-bisa aku tidak makan seminggu kalau uangku kupakai naik taksi. Tapi, kakiku bisa diamputasi kalau aku nekat jalan kaki.
Akupun duduk dipinggir trotoar sambil berharap ada angkot yang tiba-tiba lewat, kalau tidak ada angkot biarlah mobil teman, keluarga atau mobil papaku deh. Yang jelas aku bisa pulang secepatnya dan bertemu dengan bantal-bantal kesayanganku. “Ya Allah bantulah aku, semoga ada mobil teman kalau tidak ada mobil, biar deh motor aja, yang jelas ada orang yang kukenal bisa membawaku pulang dari tempat ini”. akupun berdoa dengan sungguh-sungguh. Tiba-tiba aku mendengar suara mesin mobil yang semakin dekat dan setelah aku membuka mataku, akupun melihat mobil mewah yang berwarna  hitam berhenti dihadapanku. Aku melirik kiri kanan, untuk memastikan apakah ada orang lain selain diriku ditempat ini.
“Hei… cewek magang, kenapa kamu masih disitu?”. Kata orang itu sambil membuka pintu mobil mewahnya. Aku sangat terkejut ketika melihat seseorang yang berada didalam mobil itu ternyata Dr. Alfian.
“aku… aku lagi tunggu angkot Dok”. Jawabku dengan nada putus asa. Aku berharap semoga dia tidak mendengar doaku tadi. Aku pasti sangat malu kalau dia mendengar semuanya.
“tadi kamu lagi berdoa atau lagi memaksa tuhan untuk mengabulkan permintaan kamu. Ya sudah cepat naik, biar aku yang mengantar kamu”.  Katanya dengan nada dingin dan tanpa ekspresi. Aku juga bingung, tadi dia itu lagi bercanda atau memang mengatai aku.
Akupun berusaha tersenyum. “tidak usah Dok, nanti juga pasti ada angkot lewat. Atau mungkin ada temanku yang tiba-tiba lewat”. Kataku berusaha mencari alasan. Aku memang tidak berani untuk semobil dengan dokter yang sangat galak ini.
Dr. Alfianpun segera menyalakan mobilnya dan segera berlalu meninggalakan aku. “dasar Dr. galak, angkuh dan sombong. Bukannya berusaha mengajak aku supaya ikut, malah meninggalkanku sendiri”. Teriakku ketika mobilnya sudah pergi. Sekarang apa yang harus kulakukan, bagaimana caranya aku bisa pulang. Seharusnya tadi aku tidak usah pura-pura menolak kebaikan Dr.galak itu. Tapi, setidaknya dia harus berusaha untuk tetap mengajakku untuk ikut dengannya. Aku baru bilang tidak satu kali tapi dia malah  sudah pergi. Seharusnya dia berusaha untuk tetap mengajakku. Akukan cewek, tidak mungkinlah aku langsung bilang mau ikut dengan dia, gengsi donk.
“Dasar Dr.galak… kamu sangat membuatku kesal hari ini. Dr.Galaaakkkkk”. teriakku dengan emosi.
“apakah kamu memang hobi mengatai orang?”. Seru Dokter itu. Perlahan-lahan aku membalikkan badanku, aku sangat kaget ketika menyadari dokter itu ternyata belum pulang dan malah tiba-tiba muncul didepanku. Aku hanya menunduk, wajahku terasa memerah menahan rasa malu.
“cepat kesini kalau kamu mau aku antar pulang. Aku tidak suka dengan orang yang suka basa-basi dan sok jual mahal. Dan ini penawaran terakhirku”. Katanya dengan nada dingin. Dari wajahnya dia tampak sangat kesal. Tanpa berpikir panjang lagi aku segera menuju kemobilnya.
“ehm… maaf Dok soal yang tadi. Aku tidak bermaksud mengatai dokter”. Kataku memecah kesunyian. Dia hanya terdiam dan tetap menatap lurus. Dia tampak masih kesal. Akupun segera menutup mulutku dan tidak berbicara apa-apa lagi, aku hanya sesekali melirik dia dan memperhatikan wajahnya. Ternyata dia memang sangat tampan.
“kenapa kamu melihat aku sampai segitunya. Apa kamu mau mengatai aku lagi?” katanya membuat aku tersadar dari lamunanku. Akupun segera memperbaiki posisi dudukku.
“dimana rumah kamu?”. Tanya lagi masih dengan nada dinginnya. “kenapa Dokter tiba-tiba menanyakan alamat rumahku?”. Perkataannya tersebut membuatku sangat kaget.
“cepat katakan atau kamu mau ikut kerumahku”. Diapun mengalihkan pandangannya kearahku. Menyadari hal itu, jantungku berdegup sangat kencang. Pipiku terasa merah dan akupun sangat gugup. “tidakkk… eee.. maksudku rumahku di Jl.Kemerdekaan”. kataku agak sedikit takut. “baguslah, ternyata kita searah. Jadi bisa menghemat BBM”. Serunya. 
Sesampainya didepan rumah, akupun segera turun setelah mengucapkan terima kasih padanya. Seperti biasanya dia hanya diam dan segera pergi. “dasar dokter sombong, pelit, arogan. Bukannya membalas ucapanku malah langsung pergi aja”. Seruku sambil masuk kerumah.
Kucoba membuka mataku perlahan-lahan yang terasa sangat berat. Dan Aku segera mengambil HPku yang berada dibawah bantal. Astaga ternyata sudah jam 7 lewat, aku bergegas kekamar mandi. Setelah 30 menit kemudian akupun sudah siap kekampus.
Aku berlari menuju kekelasku yang berada dilantai dua. Dan Ini pertama kalinya aku terlambat. Tapi, untungnya dosenku bisa mentolerir keterlambatanku. “tumben banget kamu lambat?” bisik Tia padaku ketika aku sudah duduk disampingnya. “ceritanya panjang. Yang jelas ini gara-gara magang”. Jawabku sambil mengeluarkan bukuku.
Setelah pelajaran berakhir semuanya berhamburan keluar. Sekarang tinggal aku dan Tia yang berada dikelas. “aku pulang duluan yah, aku masuk magang jam 2”. Kataku pada Tia yang kelihatannya masih betah duduk dikelas. “tunggu… cerita donk hari pertama magang kamu, kayaknya sangat seru. Apalagi sampai membuat kamu terlambat kayak gini”. Temanku yang satu ini memang selalu ingin mengatahui kegiatanku. Bisa dibilang kepo banget. Tapi, dia adalah salah satu sahabat baikku dan juga teman curhat yang baik. “besok aja yah, sudah jam 12.30 nie. Aku harus pulang dulu”. Akupun bergegas keluar tapi, ternyata rasa penasaran Tia tidak terbendung lagi. Dia menarik tasku dan menyuruhku duduk untuk menceritan hari pertama magangku itu. Dengan sangat terpaksa aku menceritan semuanya, termasuk Dr. Alfian yang sangat galak itu.
“kalau menurutku, Dr.Alfian itu suka sama kamu”. Kata Tia setelah mendengarkan penjelasanku yang panjang lebar itu. Aku langsung mengalihkan pandanganku pada Tia. “mana mungkin… diakan sangat galak sama aku. Dan dokter setampan dia pasti banyak yang naksir. Termasuk doter-dokter cantik yang ada dirumah sakit itu”. kataku agak lesu. “tapi menurutku kamu itu orangnya sangat cantik. Tinggimu aja 160 cm, wajahmu mulus, putih dan rambutmu juga bagus. Kalau kamu ikut putri Indonesia kamu pasti akan menjadi juaranya. Tapi, hanya satu kekuranganmu. Kamu bukan seorang Dokter”. Kata-kata Tia sempat membuatku percaya diri tapi aku down lagi ketika dia membandingkan profesiku.
“iii… kamu terlalu memujiku. Dan satu lagi aku sangat bangga kuliah dijurasan Farmasi. Karena tanpa orang-orang farmasi dokter tidak akan bisa menyembuhkan pasiennya”. Seruku agak kesal. Dia terlihat sangat mencerna perkataanku. “hahaha… betul juga, kalau tidak ada obat bagaimana seorang pasien bisa sembuh.  Otak kamu encer juga”. seru Tia sambil tertawa. Dan akupun ikut terwata melihatnya.
“jadi pantas saja dia suka sama kamu karena tanpa kamu dia tidak akan bisa menyembuhkan pasiennya. Jadi bisa dibilang kalian itu saling melengkapi. Hahaha”. Tawa Tia semakin keras. Entah mengapa jantungku tiba-tiba berdegup kencang, dan pipiku terasa panas ketika mendengarkan perkataan Tia. “hahaha… pipi kamu merah”. Seru Tia disela tawanya. Pasti dia sangat puas menertawai aku.
Semoga aku tidak telat, semua ini gara-gara Tia . Kalau aku sampai telat, aku akan menggantungnya dipohon depan kampus.
Rasanya sangat susah mengatur nafasku ketika sudah berada didalam Apotek, dan seperti kemarin resep-resep sudah bertumpukan. “maaf kak, aku lambat”. Kataku pada kak Fani. Dia hanya tersenyum dan memberikan isyarat supaya aku mengerjakan resep-resep yang bertumpukan itu. Dengan cekatan Aku mengambil resep itu satu persatu dan mengabil obatnya. “kak, obat yang ada di resep ini habis.”.seruku pada Kak Fani sambil menunjukkan resepnya. “apa aku usul dulu sama dokternya?” kataku lagi. “tidak usah, kamu ganti saja dengan obat ini. khasiatnya sama kok. Kalau kamu pergi mengusulnya, memakan waktu. Banyak pasien yang sedang mengantri untuk menebus resepnya” kata Kak Fani. Berdasarkan yang diajarkan dikampusku, kita memang harus mengusul resep yang seperti ini, tapi kata Kak Fani juga benar. Disaat sibuk seperti ini tentu tidak ada waktu untuk mengusul resep ini. akupun segera mengganti obatnya dan menyerahkan pada pasiennya.
Awalnya si Pasien tidak mau obatnya diganti tapi, setelah mendengar penjelaskan akhirnya dia menerimahnya. Walaupun dengan ekspresi marah. “Dewi kamu sabar yah, pasien memang kadang ada yang mengesalkan seperti itu. Suka marah-marah”. Kata Kak Fani padaku. Mungkin dia menyadari kalau aku sangat kesal gara-gara pasien itu. Aku hanya tersenyum dan kembali mengerjakan resep yang masih betumpuk itu.
ketika semua pegawai terlihat sibuk mengerjakan resep, tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing ditelingaku. “siapa yang mengerjakan resep ini?”. suara itu terdengar seperti suara Dr. Alfian. Dan ternyata tebakanku benar setelah melihat dia memasuki ruangan Apotek. Semua pegawai termasuk aku sangat kaget mendengar teriakkannya itu. Aku sangat berharap semoga bukan aku yang mengerjakannya, Karena kalau sampai itu terjadi, dia bisa mendepak aku keluar dari rumah Sakit ini.
“cepat katakana siapa yang mengerjakan resep ini?”. Tanya sekali lagi dengan suara yang sangat keras. Akupun melihat resep yang dipegangnya itu. Dan ternyata itu adalah resep yang aku kerjakan. Tubuhku seketika seperti membeku, semua badanku gemetaran. “maaf… maaff, resep itu aku yang kerjakan”. Kataku dengan suara yang terbata-bata. Tatapan Dr.Alfian yang tajam itu mengarah padaku. Aku hanya bisa menunduk, dan berharap bisa menghilang seketika dari tempat ini.
Dr.Alfianpun menyuruhku keruangannya setelah memaki-maki aku didepan semua pegawai. aku tidak bisa membendung air mataku. Semua orang tampak memperhatikanku. Dan Aku segera kerungannya dengan air mata yang masih berlinang dipipiku. “cepat jelaskan kenapa kamu mengganti resepnya tanpa pemberitahuan padaku dulu. Kalau pasiennya tambah sakit parah, aku yang dituntut”. Omelnya lagi ketika aku sudah berada diruangannya. Aku kira dia sudah puas memarahiku diruangan Apotek tadi. Aku hanya terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa dan air mataku mengalir semakin deras. “cepat jawab. Aku tidak butuh tangismu itu”. Serunya dengan tatapan yang sangat tajam. Aku berusaha untuk menahan tangisku. “a..aaku…aku…”. dan hanya itu yang dapat ku kakatan padanya, karena aku sangat takut dan gugup sehingga tidak dapat melanjutkan perkataanku. “kamu memang tidak becus kerja disini, sebaiknya aku menarik kembali surat izin kamu untuk magang ditemapat ini”. mendengar hal itu, aku sangat syok. Tapi, aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya tangis yang mewakili perasaanku.
“tunggu Dok, ini semua bukan salahnya. Aku yang menyuruh dia untuk mengganti resepnya. Karena stok obat yang ada di resep itu sudah habis”. Seru Kak fani yang tiba-tiba masuk dalam ruang Dr.Alfian. “kamu tidak usah membelanya, aku tahu ini semua pasti kecerobohan dia”. seru Dr.Alfian sambil tetap menulis surat pencabutan izinku.  Aku merasa cukup legah karena Kak fani membelaku. “tapi, Dok itu memang benar”. Kata Kak fani berusaha menyakinkan Dr.Alfian.
Dr.Alfianpun menatapku dengan tajam. “apa kamu bisa menjelaskan kenapa kamu mengganti obat yang ada diresep itu dengan obat ini?” tanyanya padaku dengan nada dingin. Aku menarik nafasku dalam-dalam dan berusaha menenangkan perasaanku sebelum menjawab pertanyaannya itu. “obat yang ada diresep itu dengan obat ini khasiatnya sama. Dan obat ini juga cocok untuk penderita maag seperti pasien ini”. jawabku dengan gugup. “dari mana kamu tahu kalau pasien ini juga punya penyakit maag?” Tanya dokter itu lagi. Akupun mengambil resep itu. “karena dokter menulis obat ini. dan obat ini adalah obat maag. Jadi berdasarkan apa yang telah aku pelajari dikampus, obat ini sangat cocok untuk penderita maag. Jadi kalau pasien meminum obat ini bersamaan tidak akan menganggu metabolisme tubuhnya. Tapi, kalau obat yang dituliskan Dokter tadi mungkin bisa menganggu metabolismenya”. Jawabku panjang lebar. Dr.Alfian hanya tertunduk dan memperhatikan resep yang ia tuliskan. Mungkin dia sudah menyadari kesalahnnya itu.
“baiklah kamu boleh keluar dan aku tidak akan mencabut izin magangmu”. Dia terlihat malu dan hanya tertunduk. Aku dan Kak Fani segera keluar dari ruangan itu. “aku tidak menyangka ternyata pengetahuan kamu tentang obat cukup mendalam juga”. seru Kak Fani ketika kami sudah keluar dari ruangan Dr.Alfian. “tentu donk Kak, aku sudah mempelajarinya waktu aku tingkat dua. Dan kampuskukan kampus terbaik dalam lulusan sarjana Farmasinya”. kataku membanggakan kampusku. “ternyata tidak salah kalau orang-orang mengatakan lulusan Farmasi POLTEKKES berkualitas”. Serunya lagi. Aku hanya tersenyum mendengar pujian Kak Fani itu.
Badanku terasa lebih pegal dari kemarin, mungkin karena kejadian tadi. Dan aku masih harus menunggu angkot. Dan seperti kemarin, tidak ada angkot yang lewat satupun. Aku mengambil HPku dan hendak menelpon Tia untuk menjumputku.  Tapi, mataku tertuju pada mobil yang tiba-tiba berhenti dihadapanku.
“cepat naik, biar aku yang mengantar kamu pulang”. Kata Dr.Alfian. aku berusaha menjauh. Dan berusaha untuk menelpon Tia, tapi dia tetap tidak mengangkatnya. Dr.Alfian segera turun dari mobilnya dan mendekat padaku. Aku berusaha untuk tetap menghindarinya.
“tunggu… kamu sebaiknya ikut dengangku”. Katanya sambil menarik lenganku. Aku berusaha melepaskn tangannya. Tapi, genggamannya sangat kuat. “maaf Dok, tapi dokter tidak usah mengantar aku pulang. Temanku mau menjemputku”. Kataku berusaha mencari alasan.
“tidak baik cewek menunggu sendirian ditempat yang sepi seperti ini. sudah cepat naik”. Diapun menarikku menuju kemobilnya. aku hanya pasrah dan mengikutinya.
“aku mau minta maaf karena masalah tadi siang”. Katanya memulai pembicaraan setelah kami berada didalam mobil. “itu bukan salah dokter tapi memang salahku. Seharusnya aku memang mengusul resep itu. Itu yang di ajarkan dikampusku”. Kata agak kaku. Untuk pertama kalinya aku melihat dia tersenyum dan ternyata dia sangat tampan kalau tersenyum seperti itu. Malaikatpun akan jatuh cinta kalau melihat senyum manisnya itu. “tapi, aku juga tidak seharusnya memarahi kamu didepan pegawai-pegawai apotek tadi. Sebagai permintaan maafku, aku akan menteraktir kamu makan malam”. diapun menatapku sambil tetap memasang senyum manisnya itu. Entah mengapa jantungku terasa berdegup lebih kencang. “ti..tidakk usah Dok, aku masih kenyang”. Aku berusaha mencari alasan lagi. “kamu tidak usah segugup itu kalau bicara sama aku. Aku tidak akan memakan kamu. Walaupun saat ini aku sangat lapar. Hahaha”. Senyumnyapun berubah menjadi tawa yang sangat riang membuatku terkesima dan hampir meleleh bagaikan es krim ditengah teriknya matahari.
 “itu bunyi perut kamu?”. Kata Dr.Alfian ketika mendengar suara aneh dari perutku. Sepertinya perutku tidak bisa kompromi. Cacing-cacing diperutku seakan berdemo karena aku menolak makanan gratis. Mungkin mereka tidak setuju atas kebijakanku tadi. “hehehe… iya”. Aku hanya tersenyum berusaha menutupi rasa Maluku. “kalau begitu kita makan dulu, sebelum pulang. kamu tidak usah pura-pura lagi”. Katanya dengan senyum manisnya yang masih menghiasi wajah super gantengnya itu.
“terima kasih Dok, atas teraktirannya dan untuk kedua kalinya telah mengantar aku pulang”. kataku pada Dr.Alfian ketika sudah sampai didepan rumahku. “iya… aku juga mau minta maaf soal masalah tadi” jawabnya. Entah mengapa aku merasa sifatnya malam ini sangat beda dengan sifatnya kemarin-kemarin. Dia terlihat lebih ramah dan hangat. Aku juga merasa lebih nyaman ketika didekatnya.

Sudah seminggu aku magang. Dan sudah seminggu juga aku dekat dengan Dr.Alfian. dia selalu mengantarku pulang dan entah mengapa setelah kejadian itu dia selalu lebih ramah padaku dan tidak pernah lagi memarahiku. Akupun merasa selalu nyaman ketika berada didekatnya. Dan rasanya selalu ingin bersamanya. “HEI… malamun aja”. Teriakan Tia mengagetkanku. “mengganggu aja… lagiankan tidak ada UU yang melarang kita untuk melamun, kenapa jadi kamu yang sewot”. Kataku sangat kesal. Tia hanya tertawa melihat ekspresiku. “sensi banget sih, datang bulan yah”. katanya berusaha mencairkan suasana. “tidak kok. Aku lagi mikirin Dr.Alfian aja” kataku keceplosan, akupun segera menutup mulutku dan aku berharap dia tidak mendengarkan perkataanku tadi. Tia metapku dengan wajah kebingungan, kemudian ekpsresinya berubah dan dia menertawakanku. “hahaha… ternyata kamu lagi kasmaran sama Dr.galak itu. Pantas saja kamu berubah akhir-akhir ini”. dia terlihat sangat puas menertawakanku. Karena sudah terlanjur mengatakannya, akupun mengutarakan semuanya pada Tia.
“sebaiknya kamu bilang saja kalau kamu suka sama dia. aku yakin pasti dia juga suka sama kamu”. Saran Tia setelah mendengarkan ceritaku. Sehabatku ini memang selalu memberikan solusi ketika aku ada masalah walaupun terkadang solusinya tidak masuk akal.
“akukan cewek, masa aku yang harus bilang duluan”. Akupun segera menolak saran Tia. “dari pada dia pindah kelain hati, mending kamu duluan yang ngomong”. Kata-kata Tia tersebut membuatku sedikit takut. “kalau dia pindah kelain hati berarti dia memang tidak suka sama aku”. Seruku agak putus asa. “terserah… tapi, jangan menyeasal kalau itu benar-benar terjadi”. Kata Tia Tegas.
Aku masih kepikiran akan kata-kata Tia. Hal ini membuatku tidak konsen kerja di Apotek. “Dewi…”. Teriak sesorang dari luar ruangan Apotek. Aku segera mencari sumber suara itu dan ternyata itu adalah Suster Hikmah. “ada apa Sus?” tanyaku ketika sudah berada dikekatnya. “ini untuk kamu”. Dia menyodorkan sebuah kertas. “apa ini?”. tanayaku lagi agak heran. “aku juga tidak tahu yang jelas, aku Cuma disuruh untuk menyerahkan padamu”. Serunya agak tergesa-gesa. “ini dari siapa?” tanyaku lagi. “sudah dulu yah, ada pasien yang harus aku rawat”. Diapun segera pergi tanpa menjawab pertanyaanku.
Aku mengamati kertas yang ada ditanganku ini. aku membukanya secara perlahan-lahan. “Dewi… cepat kembali bekerja. banyak pasien yang lagi mengantri”. Tegur kak Fani. Aku mengurungkan niatku untuk membacanya dan kertas itu segera aku masukkan kedalam tasku. Dan akupun segera mengerjakan resep-resep itu.
“Kak, aku ke toilet dulu yah”. Kataku pada Kak fani yang kelihatan sangat sibuk. “iya, tapi cepat yah”. “siip Kak”. Jawabku.
Diperjalanan menuju toilet, aku melihat Dr.Alfian. tapi, ternyata dia tidak sendirian. Dia bersama seorang wanita. Kualihkan pandanganku pada wanita itu, mereka terlihat sangat mesra. Dadaku terasa sesak, dan pipku tiba-tiba basah. Aku segera berlari menuju toilet dan mengambil jalan lain agar aku tidak berpapasan dengan mereka. Apakah ini yang dimaksud Tia. Secepat itukah dia berpindah kelain hati. Pikirku, aku tidak bisa menahan air mataku yang mengalir begitu deras. Kucoba menarik nafas dalam-dalam dan menenangkan pikiranku. Kuhapus air mataku tapi mataku masih sangat merah. Dan badanku serasa sangat lemas.
“kenapa lama sekali?”. Tanya Kak fani. Aku hanya terdiam dan berusaha menutupi mataku yang merah. “kenapa kamu tiba-tiba pucat?” Tanya lagi dengan wajah yang sangat cemas. Aku hanya berusaha tersenyum. “sebaiknya kamu pulang saja kalau tidak enak badan”. “tidak usah Kak, aku tidak apa-apa”. Kataku. Tapi melihat kondisiku yang tampak tidak sehat, mereka memaksaku untuk pulang. akhirnya aku menuruti permintaan mereka.
“thanks Ya Tia. Kamu sudah mau menjemputku”. Seruku pada Tia. Dia memang sahabat yang sangat baik. Dia selalu ada setiap aku membutuhkannya. Seperti saat ini. “kamu kanapa? Perasaan tadi pagi kamu sehat-sehat saja”. Katanya agak cemas ketika melihat kondisiku yang sangat berantakan. “ternyata kamu benar, dia benar-benar berpindah kelain hati”. Kataku putus asa. “maksud kamu Dr.Alfian?”. tanyanya dengan wajah yang kebingungan. “iya… aku melihat dia jalan dengan wanita dirumah sakit. Mereka terlihat sangat mesrah. Pasti wanita itu adalah pacarnya”. Kataku lagi denga penuh emosi. “darimana kamu tahu kalau dia pacarnya Dr.Alfian? Dia mengenalkannya padamu?” tanyanya dengan santai. Ini adalah salah satu kelebihan Tia, dia selalu tampak santai walaupun aku sudah sangat emosi. sifatnya ini selalu bisa mengimbangi sifatku yang cepat terbawa emosi.
“kenapa diam? Kamu tidak yakinkan dengan kecurigaanmu itu”. Betul juga kata Tia, cewek itu belum tentu pacarnya. “tapi, kenapa dia terlihat sangat mesrah”. Kataku tidak mau kalah. “hahaha… ternyata kamu benar-benar jatuh cinta pada Dr.galak itu. Seharusnya kamu tidak usah secemburu itu. Merunutku Dr.galak itu juga suka sama kamu”. Seru Tia mencoba menghiburku. Tapi, aku masih kesal padanya.
Kepalaku masih terasa sangat berat, mungkin ini efek dari tangisku semalam suntuk. Kucoba mengambil HPku. Aku baru ingat kalau aku mematikannya sebelum aku tidur. Aku segera memeriksa inbox pesanku. Dan ternyata inboxku dipenuhi pesan dari Dr.Alfian. akupun membuka satu persatu pesan itu.
KAMU TIDAK APA-APAKAN?. Pesan itu dikirim sebanyak 20 kali. Buat apa kamu menayakan keadaanku. Pikirku.
JAWAB TELEPONKU. AKU SANGAT KHAWATIR. Pesan berikutnya.
AKU AKAN SEGERA KERUMAH KAMU. Akupun kaget, apakah dia benar-benar kesini tadi malam. Pasti dia Cuma berbohong. Dan kuputuskan untuk tidak membaca pesan-pesan berikutnya.
“Wi, kamu sudah baikan?” Tanya Tia yang baru datang. Sudah dua hari ini aku izin dari kampus dan tempat magang. “menurut kamu?” tanyaku balik. “menurutku kamu harus bicara sama Dr.galak itu. Kamu masih kelihatan tidak sehat”. Perkataan Tia membuat aku kaget. “sebaiknya kamu tidak usah membahas dia lagi, aku tidak ingin sakit hati lagi. Aku tidak ingin terjebak dengan perasaan ini lebih dalam lagi”. Kataku berusaha mengalihan pembicaraan. Tia hanya diam, tampaknya dia sudah memahami perasaanku.
“hari ini kamu mau masuk magang?” tanyanya lagi. “iya… tapi, kamu jemput aku yah”. Kataku sedikit memaksa. “malas..” jawabnya. Melihat ekspresiku terlihat kesal Tiapun tertawa. Dan itu artinya dia mengiyakan permintaanku.
Perasaanku saat ini seperti pertama kali aku magang. Aku juga berharap semoga aku tidak bertemu dengan Dr.Alfian. aku merasa belum siap untuk menatap wajahnya. “Dewi… tunggu” teriak seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi ditelingaku. “apa kamu sudah sehat?” tanyanya lagi ketika kami sudah berhadapan. Aku hanya diam dan  menunduk. Diapun memegang jidatku untuk memastikan suhu tubuhku. “kelihatan masih cukup panas. Kamu seharusnya tidak usah masuk magang dengan kondisi seperti ini. sini ikut aku, biar aku periksa kamu”. Dr.Alfian menarik tanganku, dia terlihat sangat khawatir. “tidak, aku tidak apa-apa. Aku harus segera keapotek”. Kataku sambil melepaskan tangan Dr.Alfian. “tapi…”. “sudalah, aku baik-baik saja”. Kataku dengan nada dingin. Dia terlihat bingung dengan sikapku ini.
Sepertinya biasanya aku berdiri ditrotoar dan menunggu Tia untuk menjumputku. Tapi, yang datang ternyata Dr.Alfian. “aku antar kamu pulang yah”. Pintanya setelah menghentikan mobilnya tepat dihadapanku. “tidak usah Dok, temanku mau menjumputku”. Kataku berusaha menghindar. “kenapa akhir-akhir ini kamu selalu menghidariku?” Tanya lagi. Aku hanya terdiam. Dan untungnya Tia tiba-tiba datang. Akupun segera naik kemobilnya, tanpa berkata apa-apa Dr.Alfian.
“Tia cepat jalankan mobilnya, aku tidak bisa melihatnya lebih lama lagi”. Pintaku pada Tia. Diapun segera melajukan mabilnya. “huft, dadaku terasa sesak”. Kataku ketika mobil Tia sudah berada agak jauh dari mobil Dr.Alfian. “itu tandanya kamu masih sangat suka padanya. Kenapa sih kamu tidak mengatakan yang sejujurnya”. “akukan sudah bilang, aku tidak mau punya urusan lagi sama dia”. kataku berusaha mencari alasan.
 “Wi, sepertinya mobil Dr.Alfian mengikuti kita”. seru Tia agak kaget ketika melihat mobil Dr.Alfian dikaca mobilnya. “ya sudah… cepat ngebut… pokoknya aku tidak mau bertemu dia”. seru sambil memaksa Tia. Tia segera menginjak gas mobilnya dan mobil itu melaju lebih kencang.
Tapi, Dr.Alfian tetap mengejar, bahkan dia menyalip mobil Tia. Tia segera menginjak Rem mobilnya ketika mobil Dr.Alfian berhenti secara tiba-tiba tepat didepan kami.
“Hei… kamu sudah gila yah”. Teriak Tia pada Dr.Alfian. Dr.Alfian seperti tidak mempedulikan perkataan Tia dan diapun segera turun dari mobilnya. “Dewi… buka pintunya”. Seru Dr.Alfian sambil menggedor-gedor kaca mobil Tia. Aku hanya diam membeku didalam mobil itu. “Wi, sebaiknya kamu segera menemui dia”. Seru Tia berusaha menyadarkanku. Aku menurunkan kaca mobil dengan tangan yang gemetar. “tidak ada lagi yang harus kita bicarakan”. Kataku dengan suara serak dan air matakupun mengalir sangat deras. “tapi banyak yang ingin aku katakan pada kamu. Aku mohon kamu dengarkan aku dulu”. Serunya dengan memohon-mohon padaku. Aku sungguh tidak tega melihatnya. Akupun segera turun dari mobil Tia. Dr.Alfianpun memegang tanganku dan membawaku kemobilnya. “aku pinjam teman kamu dulu”. Katanya pada Tia sebelum menuju kemobilnya. “aku tidak akan melepaskanmu kalau dia sampai ada apa-apa”. Ancam Tia.
“apa yang ingin kamu katakan?” tanyanyaku ketika berada dimobil. “kenapa kamu selalu menghindari aku. Apakah karena Resep itu?”. Tanyanya balik. Akupun bingung, apa maksudnya dengan resep itu. “aku tidak mengerti dengan ucapan kamu”. Kata agak jutek. “kalau kamu memang tidak mau menerimah aku, kamu cukup mengatakan tidak. Aku juga tidak akan memaksa kamu”. Perkataannya tersebut semakin membuatku bingung. Aku mengalihkan pandanganku padanya. “aku sungguh tidak mengerti dengan maksud kamu”. “apa kamu sudah membaca resep itu?” tanyanya dengan kesal. “setiap hari aku selalu baca resep obat. Memangnya ada apa dengan resep-resepnya? Apa aku salah kasih obat lagi?”. Tanyaku benar-benar kebingungan.
“maksud aku bukan itu, tapi. Resep dari suster Hikmah”. Tampaknya Dr.Alfian semakin kesal. Akupun mencoba mengingat hal tersebut. “ooo.. ternyata kertas itu adalah resep, sepertinya, aku belum membacanya. jadi kamu pasti marah gara-gara aku belum menyiapkan obatnya. Aku sangat minta maaf Dok”. Kataku lagi. Aku pikir dia bertindak seperti tadi pasti karena marah padaku. Aku memang sangat cerobah.
“sudalah sebaiknya kamu baca dulu resepnya”. Kata Dr.Alfian tampak frustasi. Akupun segera mencari resep itu. Sengingatku resep itu kumasukkan kedalam tas ini. setelah kuobrak abrik isi tasku, akupun menemukan resep itu. Yang pertama kali kulihat yaitu pro: Mihi ipsi. Jadi ini resep untuknya. Setelah mengamatinya lebih mendalam akupun tersenyum dan mengalihkan pandanganku pada Dr.Alfian. wajahnya terlihat merah dan dia berusaha untuk menutupinya. “kamu tidak usah melihat aku seperti itu, aku jadi malu”. Katanya sambil tersenyum. Diapun menepikan mobilnya. Dan berhenti di jembatan. Entah mengapa pemandangan malam ini sangat indah, lampu-lampu dijemabatan menambah suasana semakin romantis. Perlahan-lahan Dr.Alfianpun memegang tanganku. Jantungku terasa berdegup 100 kali lipat lebih cepat dari biasanya.
“Apakah kamu bersedia meracik resep itu untukku?” Tanya dengan tatapan sangat tajam. Angin malam  terasa berhembus sangat dingin tapi tangan Dr.Alfian mampu menghangatkanku.
“ sebenarnya agak sulit untuk meracik resep ini”. seruku sambil memegang resepnya. Terlihat wajah Dr.Alfian berubah menjadi murung. “Tapi…sebagai calon Apoteker yang baik, aku akan berusaha meraciknya untukmu”. Diapun tersenyum, seketika dia menarikku kepelukannya. Akupun membalas pelukan hangatnya tersebut.
“I LOVE YOU” bisiknya pada telingaku. Aku hanya tersenyum dan memeluknya lebih erat.




CATATAN KHUSUS :
                         RESEP Dr.Alfian

R/       kasih sayang       100 %
         Kepercayaan        90 %
         Kerinduan          87 %
        Cinta            ad    100 %
     
    m.f. perasaanku dalam hatimu
        s.dd. dalam pikiran dan hatimu



Pro    : MIHI IPSI
Umur  : 25 thn

Aku harap kamu mau meracik resep ini unntukku, mengisi kekosongan yang ada dalam hatiku. I LOVE U
                                              
Ø                                              Uraian resep

·                                           R/ = Recipe = ambillah
        ad = ad = sampai
        m = misce= campur
  f = fac = buat
  
·                                          s = signa = tandai
·          
      t = ter = tiga

      dd = de die = tiap hari

     

Ø    




Mihi Ipsi : diri sendiri (Dr.Alfian)

TUHAN, BOLEHKAH AKU DILAHIRKAN KEMBALI?


By: Hikmayani

TUHAN, BOLEHKAH AKU DILAHIRKAN KEMBALI?

“Catatan masa lalu bagi orag yang berakal harus dikubur, menguncinya dalam sel tahanan pelupaan selamanya. Dipasung dengan tali yang kuat dalam penjara kealpaan hingga tidak bisa keluar selamanya. Menutupnya rapat rapat hingga cahaya tidak terlihat, karena ia telah berlalu. Tidak ada kesedihan yang mengembalikannya, tidak ada kesukaran yang menyehatkannya, sehebat apapun kita... yang lalu tetaplah hanya akan menjadi masa lalu.” Entah berapa kali hati Tara meneriakkan kalimat itu. Dia mungkin sedang latihan untuk jadi penyair atau  sedang sibuk menghibur diri? Entahlah !!
              ”Tara,kesalahan bukanlah kesalahan yang harus disesali berkepanjangan,tetapi kesalahan adalah pengalaman yang mesti dijadikan pelajaran.Masalah itu ibarat tamu yang pasti akan berkunjung diwaktu tertentu tanpa kita duga,kemudian ia pergi.”Tutur Ayu mencoba menasehati meski ia belum tahu permasalahan sebenarnya. Tara hanya diam mendengar penuturan sahabatnya.
              Wajah cantik itu kehilangan keceriaannya sejak hampir sebulan terakhir ini. Senyuman manis yang selalu merekah dibibir mungilnya kini menjadi langka bahkan sirna.
              Tara gadis polos yang kini sedang menjalani perannya sebagai mahasiswi semester 2 perguruan tinggi negeri,pernah berkenalan dengan seorang cowok sembilan bulan yang lalu.Cowok itu adalah mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum sebuah parguruan tinggi Negeri. Rio sapaannya,cowok ramah,keren dan perhatian ini telah mencuri hati Tara sejak perkenalan pertamanya yang tanpa sengaja di toko buku yang juga merupakan pertemuan pertama mereka.Sejak itu,jantung Tara langsung mengadakan konser mendadak tanpa bayaran.Suaranya dasyat,gemuruh banget.
              Komunikasi berlanjut, perhatian lebih dari Rio semakin membuat Tara melayang.Hari-hari berlalu,keakraban dan kedekatan terjalin sudah. Perasaan Tara semakin kuat dan mengakar. Ini pengalaman pertama Tara merasakan debaran-debaran tak menentu itu. Meski Ia tak tahu apakah Rio juga merasakan hal yang sama. Gelagat aneh Tara telah dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Ayah,Ibu dan sahabatnya,mulai mencium sesuatu yang lain dari Tara. Ayu berkali kali mengingatkan Tara, tapi Tara tetap saja tak perduli.
              Ya begitulah cinta,kalau cinta sudah melekat semua terasa nikmat. Hati berbunga-bunga. Jiwa menggelora. Semua rasa sakit hilang musnah. Semua kesulitan terasa mudah. Kelelahan menjadi anugerah dan kegundahan hilang sudah. Jika cinta dan kasih sayang telah mempengaruhi relung kehidupan, manusia tiada lagi membutuhkan keadilan dan undang-undang. Dan begitulah yang tengah dirasakan Tara waktu itu.
            Dua bulan berlalu. Masa pedekate  mereka telah berakhir..Rio berjanji akan selalu ada untuk  Tara. Ternyata cintaku gak bertepuk sebelah tangan”. Ucap Tara waktu itu.
***
            Hari demi hari berlalu begitu cepat. Namun akhirnya cinta Rio kini telah memudar. Dia tak seperti biasanya. Dia hanya menghubungi Tara di saat dia kesepian. Tara mencoba bertahan dengan semua ini. Dia yakin suatu saat dia pasti akan kembali seperti dulu.

            Semakin lama penantian itu, semakin hampa di rasa. Dia tak kunjung berubah, bahkan dia semakin menjadi-jadi. Dia gak pernah lagi menepati janji. Dia seperti gak membutuhkan Tara lagi. Sedih, luka di hatinya semakin dalam. Tara menjerit dalam hati “apa salahku, sehingga kamu bersikap begini padaku?? Tolong beri penjelasan tentang hubungan ini.” Aku gak kuat lagi.

            Suatu malam Tara bertekad menanyakan langsung pada Rio. Percakapan via telepon berlangsung. “Perasaan yang telah berubah, jenuh, bosan kamu kekanak kanakan, ahhhhhh” itulah pernyataan Rio. Klik. telfon d matikan. Tetes demi tetes air mataTara mulai berjatuhan. Dia gak tertarik mendengar ending dari percakapan ini. Tara udah bisa menebak akhir dari semua ini. Kesabarannya selama ini berbuah kesia-siaan. Penantiannya selama ini gak berarti apa-apa. “Rio tidak ingin berubah seperti dulu lagi, malah dia mencampakkan ku. Dia diam bukan untuk introspeksi diri, dia hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa putus dari ku. dia tega berbuat seperti ini padaku. Aku kecewa, aku menyesal telah menjadikan dia bagian dari hidup ku. Ucap Tara penuh penyesalan.
              Keesokan harinya, Ia segera ke rumah Ayu. Sesampainya di sana,tiba-tiba Ia menubruk tubuh Ayu. Tangannya memeluk Ayu kuat sekali.Tubuhnya bergetar kuat. Ia menangis. Ayu membiarkannya beberapa saat, membiarkannya larut dalam perasaannya. Meski Ayu tak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada sahabatnya itu.Tapi Ayu yakin sembilu-sembilu tajam telah menggores hati sahabatnya. Waktu itu Tara belum sempat cerita apa-apa tentang masalahnya.
              Malam ini Ayu merasa sudah harus tahu masalah sebenarnya. “sudah hampir sebulan kejadiannya,tapi sebagai sahabat aku belum tahu masalah sebenarnya.” Protes Ayu. “Cerita dong!” Bujuk Ayu.
              “Malam itu aku menelponnya”. Tara mulai bercerita. “Aku bertanya tentang kejelasan perasaannya padaku”. Lanjut Tara. “Trus dia jawab apa?” Tanya Ayu gak sabaran. sejenak Tara mendesah… “hmmmm….. dia..”. Berhenti bicara dan mencoba mengingat kembali. “Ahhhhh….. Perasaannya yang telah berubah, dia jenuh, bosan katanya aku kekanak kanakan.” Lalu Tara tertunduk diam, Ia tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.
              Ayu diam sejenak. Lalu tersenyum, “itulah akibat dari penempatan cinta yang salah”.  Ucap Ayu penuh ketegasan. Tara menatapnya tak mengrti. “Sudahlah itu hanya masalah kecil, kamu hanya sedang di selamatkan Tuhan dari orang yang salah. Kan dari dulu aku sudah bilang kamu gak perlu pacaran, itu hanya akan sia sia. Tapii,,, ya sudahlah, semua sudah terlanjur. Tugasmu sekarang memperbiki diri, kamu punya hak bahagia meski tanpa dia”. Tambah ayu. Setelah ngoceh ini itu, Ayu pamit pulang. “Sudah larut malam aku pulang dulu yah, sayangi juga dirimu”. Lalu Ayu bergegas pergi.
              Sejak tadi Tara hanya diam mendengar nasehat sahabatnya. Pukul 00.45, Tara melirik jam dinding. “Sudah larut malam.”ucapnya lirih. Pandangannya kosong, menerawang langit langit kamar lalu perlahan dia memejamkan mata. Kata kata Ayu terus terngiang di telinganya hatinya membenarkan. Di luar sana ditengah kegelapan, angin masih sibuk bertiup, bermain di antara celah dedaunan hingga menimbulkan bunyi yang halus ketika daun daun itu bertabrakan satu dengan yang lain. Dingin, Tara mulai merasakan tiupan lembutnya yang menyusup masuk ke kamarnya. Tapi dinginnya penyesalan yang menghujam dadanya lebih tajam membuatnya nyaris membeku. Kini bukan di tinggal Rio yang membuatnya menyesal tapi kebodohannya membiarkan dirinya terjebak dalam cinta yang salah. Andai waktu bisa di ulang.. “Tuhan bolehkah Aku dilahirkan kembali??”.


Jika pacaran demikian baik, mengapa islam melarangnya?
laki2 yang baik tidak akan mendatangimu dengan jalan pacaran dan perempuan yang baik tidak akan rela didatangi dengan jalan pacaran”

Cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tempat, waktu, tokoh dan keadaan itu hanya kebetulan semata.