Friday 20 December 2013

Dalam rangka memperingati hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. saya akan berbagi sebuah cerita tentang kasih sayang seorang ibu yang tidak akan ada Hentinya dan Gantinya. cerita ini terinspirasi dari kasih sayang yang telah saya dapatkan dari IBU.

 SELAMAT MEMBACA...

KASIH IBU SEPANJANG MASA
Hari ini aku  berangkat kesekolah seperti biasanya. Semua perlengkapan yang aku butuhkan semuanya sudah aku siapkan. “Nak, jangan lupa membawa bekal”. Ucap ibuku dari kamarnya. “hari ini aku tidak bisa membawa bekal bu, aku bangun kesingan bu”. Seruku dengan raut wajah sedih. “maaf nak, ibu tidak bisa mempersiapkan sarapan kamu seperti dulu lagi. Ibu hanya bisa berbaring dan menyusahkanmu”. Aku tidak mampu membendung air mataku mendengar ucapan ibuku. Sesegera mungkin aku mengahapus air mataku dan berjalan menuju kamar ibuku. “ibu tidak pernah menyusahkan aku, tapi aku yang selalu menyusahkan ibu”. Ucapku sambil memeluknya dengan erat.
            Aku sangat sedih melihat ibuku yang hanya bisa berbaring di tempat tidur. Penyakit stroke yang meyerangnya sebulan yang lalu membuat sebagian tubuhnya lumpuh. Kini tubuhnya semakin kurus, bahkan dia tidak bisa bangun sendiri dan makan sendiri.
            Senyum manis terpancar dibibirnya. “kamu harus belajar baik-baik disekolah, dan ingat jangan nakal”. Ucapnya sambil membelai rambutnya dengan lembut. Kebiasaannya tersebut tidak pernah hilang meski dengan keadaannya seperti ini. “iya bu, aku berangkat dulu”. Ucapku sambil mecium tangannya. Aku berusaha menahan air mataku, tapi hal itu sia-sia karena kini pipiku sudah basah. “ibu tidak suka kalau kamu cengen seperti ini, cepat hapus air matamu. Kalau kamu sedih seperti ini, ibu juga ikutan sedih”. Ibu menatapku dengan penuh kecemasan.
                                                                        ***     
            Hari ini aku duduk dengan santai didepan TV melihat acara favoritku. Terdengar suara panggilan ibu dari kamar. “Nak, tolong ambilkan ibu air”. Teriaknya. “tunggu dulu bu”. Ucapku sedikit kesal. “Ibu haus. Tolong ambilkan air nak”. Teriaknya lagi tidak sabaran. Aku hanya mengabaikan teriakannya itu dan tetap memperhatikan acara TV. Dia mengulang-ulang teriakannya. Aku kesal mendengarnya yang tidak pernah berhenti berteriak. Akhirnya aku mengambilkan air. “Ini bu. Kenapa ibu tidak sabaran sekali”. Ucapku sedikit membentaknya. “ibu haus nak”. Ucapnya. “bagaimana ibu tidak haus kalau selalu teriak-teriak begitu”. Ucapku lagi. “maafkan ibu nak”. Ucapnya dengan raut wajah sedih. Aku hanya pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan apa-apa.
            Jam sudah menunjukkan pukul 19.00. akupun mempersiapkan makan malam ibuku. Seperti biasa, aku membantunya bangun dari tempat tidurnya dan memindahkannya dikursi roda. Aku menyuapi dia. “nak, maafkan ibu”. Ucapnya disela-sela dia menguyah makanannya. “kenapa ibu selalu meminta maaf?”. Tanyaku tiba-tiba. “karena ibu tidak bisa menjadi ibu yang kamu harapkan. Ibu hanya bisa menyusahkanmu. Di usia kamu saat ini masih sangat membutuhkan kasih sayang ibu. Tapi bukan kasih sayang yang ibu berikan melainkan kesusahan”. Aku hanya menunduk mendengar ucapannya. Disaat dia dalam keadaan seperti ini, dia masih saja memikirkanku. Tapi, aku malah membentaknya saat dia hanya meminta segelas air, kini air mataku mengalir tanpa henti. Rasa kesal pada diriku tidak dapat aku lupakan. Ingin rasanya aku memaki diriku tanpa henti. “maafkan aku buuu…” hanya itu yang mampu aku ucapkan disela tangisku. Diapun memelukku. “bahkan sebelum kamu meminta maaf, ibu sudah memaafkanmu. Sudah jangan nangis lagi, ibu tidak suka setiap kamu melihat ibu kamu selalu menangis”. “bukan ibu yang seharusnya meminta maaf tapi aku, karena aku tidak bisa menjadi anak yang bisa ibu andalkan”. dia hanya tersenyum. “kamu sudah menjadi anak yang sangat ibu banggakan. Sudah jangan menangis lagi”. Akupun memnghapus air mataku dan melanjutkan untuk menyuapi ibuku dengan penuh kasih sayang.
***
            “Nak, ibu selalu berdoa semoga kamu kelak akan menjadi orang yang sukses”.ucapku ibuku saat aku masuk kedalam kamarnya. “Aku berharap semoga Allah memberikan umur yang panjang pada ibu dan ibu bisa melihatku ketika menjadi orang yang sukses”. Ucapku penuh harap. “tapi ibu berharap semoga Allah cepat mencabut nyawa ibu supaya ibu tidak pernah menyusahkanmu lagi”. aku sangat kaget mendengar perkataan ibuku. “ibu… aku tidak suka ibu berkata begitu. Ibu tidak pernah menyusahkan aku”. ucapku sedikit kesal.
            Akhir-akhir ini penyakit ibuku semakin parah. Ayahku telah membawanya kerumah sakit dan bahkan berobat secara tradisonal, tapi semua itu sia-sia. Seminggu dirumah sakit, ibuku sudah merengek untuk pulang kerumah. Dia memang sangat tidak suka berada ditempat itu dan memilih dirawat dirumah. Akhirnya, ayahku mengabulkan permintaannya.
            “kenapa ibu tidak mau dirawat dirumah sakit? Disanakan ibu bisa ditangani dengan baik oleh dokter” ucapku pada ibu saat dia sudah sampai dikamarnya. “ibu tidak suka makanan rumah sakit”. Ucapnya. “ibu… tapi, itu untuk kebaikan ibu”. Ucapku lagi. “ibu akan merasa lebih baik  pada saat ibu berkumpul dengan keluarga”. Ucapnya lagi tak mau kalah. Akupun tidak bisa berkata apa-apa lagi.
            Seperti biasanya aku sudah berada didepan TV menonton acara komedi favoritku. Tapi perasaanku tidak pernah tenang. Aku tidak tahu mengapa perasaanku tiba-tiba seperti ini. akupun beranjak menuju kamar ibuku. Aku melihatnya tidur begitu pulas dan beberapa hari ini keadaannya sudah semakin membaik. Perasaanku sedikit lega melihatnya, aku kembali menonton TV. Tiba-tiba air mataku mengalir tanpa henti. Aku merasakan ada hal aneh yang terjadi pada diriku. Tingkah lucu para comedian di TV tidak mampu membuatku tertawa tapi semakin membuat aku menangis tanpa henti. Akupun segera mematikan TV dan segera tidur.
            Aku terbangun dengan perasaan yang lebih tenang. Aku segera berjalan menuju kamar ibuku. “ibu…”. Ucapku. Tapi dia tidak menjawab panggilanku. Aku beranjak mendekatinya dan  nafasku seperti berhenti seketika. “ibu…” ucapku lagi. “iya nak. Ada apa?”. Mendengar suranya membuatku sangat lega. “kenapa kamu belum siap-siap kesekolah?” Tanyanya lagi. “hari ini aku tidak mau kesekolah, aku mau menemani ibu” ucapku sambil duduk disamping tempat tidurnya. “kamu tidak boleh membolos, cepat mandi sana”. ucapnya. “tapi buu…”. “tidak ada kata tapi. Cepat pergi mandi”. Dengan wajah kecewa akupun beranjak dari kamar ibuku.
 Beberapa menit kemudian, akupun masuk kembali kekamar ibuku. “bu aku berangkat sekolah dulu”. Ucapku sambil mencium tangannya yang begitu hangat.
***
            Bel tanda istirahat berbunyi. Teman sekelaskupun berhamburan keluar kelas. Hanya tinggal aku sendiri yang berada dikelas. Aku merasa sangat malas sekolah hari ini dan bahkan untuk pergi makan dikantipun aku sangat malas. TEETTT… HP dalam tasku bergetar. Aku segera mengambilnya, kulihat no Ayahku yang tertera pada panggilan masuk. “Halo… ada apa Ayah?” ucapku dengan perasaan yang tidak tenang. Terdengar isak tangis dibalik telepon. “nak… ibu.. ibumu sudah tidak ada”. Ucapnya dengan suara bergetar. Aku hanya terdiam, air mata seketika membasahi pipiku. Seluruh tubuhku terasa lemas dan kakiku tidak mampu menahan tubuhku. Akupun terjatuh, beberapa teman sekelasku segera menghampiriku dengan wajah cemas. “kamu kenapa?” ucap salah satu temanku. Tidak ada yang mampu kuucapkan hanya tangisku yang semakin keras. beberapa temanku membantuku berdiri dan mereka mengantar aku pulang.
            Sesampainya dirumah, aku melihat benderah putih terpasang didepan rumah dan beberapa tetangga yang datang dirumaku dan aku melihat mereka menangis. Aku berjalan lunglai menuju kedalam rumah “Nak, ibumu sudah tidak ada lagi”. ucap ayahku sambil memeluk erat tubuhku. Tubuhku seperti melayang, pikiranku kacau dan tangiskupun memecah. “ibuuu..” teriakku disela tangis. Ayahku semakin memelukku. “sabar nak… sabar…”. Ucapnya sambil menangis. “ibu…”. Teriakku lagi, aku tidak mampu menahan tangisku yang semakin keras.  akupun segera menghampiri ibuku yang sudah terbujur kaku, aku memeluknya dan memegang tangannya yang sudah dingin. “ibu.. kenapa ibu meninggalkan aku secepat ini. bahkan aku belum menjadi orang yang sukses. Tapi, ibu sudah meninggalkan aku”. ucapku sambil menangis tanpa henti. “sabar nak… sabar… ikhlaskan ibumu”. Ucap salah satu tanteku. “ibu… aku masih tidak sanggup tanpa ibu, bu bangun buu”. Air mataku mengalir tanpa henti. “ikhlaskan ibumu nak, dia akan sedih melihat kamu, jika kamu seperti ini”. ucap Ayahku. “ibu, aku berjanji sama ibu. Aku akan menjadi anak yang bisa membanggakan ibu dan akan menjadi orang yang sukses seperti yang ibu harapkan”. Ucapku lagi dengan terengah-ngah.
            Saat aku melihat ibuku telah berada dikeranda, akupun tak kuasa menahan tangisku. Tubuhku terasa lemas dan seketika semuanya terasa gelap. Terdengar suara yang memanggilku, dan tubuhkupun diguncang-guncangkan. Aku berusaha membuka mataku. “ibu..”. “sabar nak”. Terlihat ayahku sedang memelukku.
            Beribu penyesalan terlintas dibenakku. Mengapa aku tidak pernah memperlakukan ibuku dengan baik, mengapa aku masih sering berkata kasar padanya bahkan aku pernah mengacuhkan dia hanya karena sedang asyik menonton TV.
THE END
“kasih sayang seorang ibu takkan pernah ada hentinya dan gantinya.. Ibu selalu memberikan kasih sayang tanpa mengharapkan balasan karena Kasih ibu bagai sang Surya yang menyinari dunia”.
I LOVE YOU IBU

Sunday 1 December 2013







 

  BY : CANRADEWI
APOTEK ODELLIA
Jalan raya terlihat terbelah dua, mobil Honda jazz merah yang berada didepanku sepertinya akan menabrak mobilku sehingga aku tak mampu untuk mengontol laju mobilku. Aku pasti tamat hanya itu yang terbesit dibenakku. Tapi Tuhan masih mengijinkan aku menghirup oksigennya, karena pengendara mobil itu masih bisa membanting stir mobilnya sehingga tabrakan tidak terjadi.
 Terdengar teriakan caciannya padaku. Namun aku tidak mempedulikannya karena yang kurasakan saat ini hanyalah kegelisahan. Sekujur tubuhku dibasahi keringat yang terus menerus keluar dari pori-pori kulitku. Kepalaku terasa sangat berat, mungkin disebabkan karena aku selalu gelisah dan tidak bisa tidur  selama seminggu ini.
            Kucoba mengacak-acak isi tasku, tapi aku tidak menemukan obat narkotik itu. obat yang dapat membuatku segar, nyaman, dan dapat meningkatkan  rasa percaya diri ketika aku mengkomsumsinya. Aku menghentikan mobilku didepan Apotek Odellia untuk mendapatkan obat itu. aku berjalan dengan tertatih untuk masuk kedalam Apotek, terlihat seorang wanita berbaju ungu menghampiriku. “selamat siang Pak, apa ada yang bisa saya bantu?” ucapnya cukup ramah dengan senyuman manis. “cepat berikan aku Heroin”. Teriakku padanya.
Diapun terlihat ketakutan tapi dia berusaha menutupinya dengan tetap tersenyum. “maaf pak. Obat sejenis itu tidak diperjual belikan dengan bebas dan tentu saja apotek kami tidak menyediakannya”. “aaaa… omong kosong, kalau begitu berikan aku kodein atau obat golongan narkotik lainnya. Aku akan membayarnya dengan harga mahal”. Teriakanku semakin keras, aku tidak bisa mengendalikan diriku dari perasaan amarahku. Seketika wajah gadis itu berubah menjadi pucat pasih, senyuman yang tadinya dia torehkan kini tak tampak lagi. “ta..tapiii.. pa..aaapak.. semua obat golongan narkotik tidak diperjual belikan secara bebas.  Walaupun anda ingin membelinya dengan harga yang sangat mahal kami tetap tidak akan melayani anda. Kecuali jika ada resep dokter yang anda bawa.”. Ucapnya dengan bibir gemetaran.
Aku semakin gelisah, yang ada dipikiranku saat ini hanyalah obat-obat terlarang itu. tubuhku semakin tak terkontrol sehingga aku menerobos masuk kedalam lemari penyimpanan obat-obat di Apotek itu. gadis itu berusaha menghalangiku tapi karena tubuhku lebih besar darinya membuatku dengan mudah untuk menerobosnya. Aku mengacak satu persatu lemari itu, tapi aku tidak menemukan obat jenis Norkotik satupun.  
  “cepat katakan dimana kamu menyimpan obat Narkotiknya”. Aku menatap matanya dengan tatapan yang sangat tajam. “ada keributan apa ini?” teriak seorang Dokter wanita yang baru keluar dari tempat prakteknya yang juga berada didalam Apotek itu. “maaf dok, ini semua karena orang ini. kelihatannya dia seorang pecandu Narkoba”. Ucap gadis itu sambil menunjukku. “aku akan menelpon polisi, karena orang ini sudah membuat keributan dan mengacak-acak tampat ini. Dokter itupun menekan tombol ponsel yang digenggamnya. “tunggu dok, sebaiknya kita tidak usah menelpon polisi, aku tidak mau jika kita harus terlibat dengan polisi. Aku takut polisi akan menghentikan pengoperasian Apotek ini untuk sementara waktu”. Ucapan gadis itu membuatku sedikit legah, karena setidaknya dia tidak melaporkan aku pada polisi. “jadi apa kamu akan membiarkan dia bebas begitu saja. Dia sudah mengacak-acak apotekmu, dan banyak obat-obat yang rusak gara-gara dia. terlebih lagi dia adalah pengguna Narkoba”. Ucapan dokter itu membuat aku sangat marah. “hei DOKTERRRRR… jika kamu mau laporkan aku pada polisi cepat lakukan aku tidak takut dengan polisi.”. teriakku tepat didepan matanya. Diapun melototiku dengan wajah yang pucat pasih. “apa kamu akan membiarkan pria ini berbuat kriminal, dia bisa saja mencelakakan kita”. kata dokter itu pada gadis berbaju ungu yang ada dibelakangku.
“tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kita harus menolong dia dari ketergantungannya pada obat-obatan terlarang itu”. terlihat sang dokter sangat kaget mendengar perkataan gadi berbaju ungu. “APAAa???  Buat apa kamu menolong dia. kita tidak mengenal dia bahkan kita tidak tahu asal usulnya. Bagaimana kalau dia ternyata buronan polisi atau pengedar narkoba”. Ucapan dokter itu semakin membuatku emosi. “jaga ucapanmu aku bukan buronan polisi”. Ucapku sambil menunjuk dia. “dr.Vanny, mungkin dia hanya korban penyalahgunaan Narkoba dan jika dia pengedar mana mungkin dia mencari barang haram itu diApotek ini”. tampaknya gadis berbaju ungu ini sangat baik. dia selalu membelaku walaupun aku sempat bertindak kasar padanya.
“aku tidak tahu apakah kita masih bisa menolongnya”. Ucap dokter itu pesimis. “jika dokter Vanny bisa menolongku, tentu dokter juga bisa menolong dia”. dia berusaha membujuk dokter itu. “Adilah Odelllia… aku menolongmu karena kamu adalah sahabatku. Aku tentu tidak rela melihat kamu diperbudak oleh obat terlarang itu”. “apa bedanya aku dan dia? kami ini sama-sama manusia yang terjebak dengan obat-obatan terlarang itu”. “tentu saja kalian beda, kamu mempunyai kenginan kuat untuk terlepas dari Narkoba sedangkan dia… dia terlihat tidak mempunyai kenginan untuk hidup”. Ucapan dokter itu selalu kasar padaku. “HENTIKANNN… jika kamu ingin menolongku, cepat berikan aku obat-obat golongan Narkotiknya. Hanya itu yang kubutuhkan saat ini”. ucapku paksa gadis berbaju ungu. kedua gadis itu hanya terdiam dan tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. “APA KALIAN TULI… aku bilang cepat berikan aku obatnya, aku akan mati jika aku tidak memberikannya…” ucapanku tidak terkontrol lagi, kegelisahan semakin membuatku tersiksa. Hanya amarahku yang mampu kuluapkan.
Terasa ada sesuatu yang menusukku, ketika aku membalikkan badan ternyata dokter itu menusuk lenganku dengan jarum suntiknya. Kepalaku menjadi pusing dan seketika semuanya terlihat gelap.
            Aku merasa berada ditempat yang asing ketika aku membuka mataku. Gagang Pintu yang bercat coklat itu terlihat bergerak, dibalik pintu itu muncul sosok wanita dengan tubuh cukup kurus. Aku menatapnya dari ujung kaki hingga wajahnya. Dia wanita yang cukup manis, lesung pipinya membuatnya tambah cantik ketika tersenyum. “ternyata kamu sudah sadar”. Ucapnya tersenyum lebar, seakan-akan ingin memperlihatkan deretan gigi putihnya. Diapun meletakkan makanan dimeja. “aku dimana dan Kamu siapa?” ucapku kaget. “Aku Adilah Odellia pemilik Apotek yang kamu rusak tadi malam”. Ucapan gadis itu membuatku mengingat kejadian kriminal yang aku lakukan tadi malam. Aku hanya bisa tertunduk karena malu dan merasa bersalah padanya. “aku… aku minta maaf soal kejadian tadi malam, aku tidak bisa mengontrol emosikiku dan aku akan mengganti semua kerusakan yang telah aku lakukan. Tapi, aku mohon jangan laporkan aku pada polisi”. Ucapku sedikit merengek. “tenang saja aku tidak akan melaporkan kamu. Kalau aku mau melaporkan kamu sudah dari tadi malam aku menelpon polisi”. Ucapannya itu membuatku sedikit legah.
            “Adilah Odellia… perkenalkan namaku Fagih Tirta, kamu bisa memanggilku Fagih”. Ucapku memperkenalkan diri sambil menjulurkan tanganku. “jadi namu Fagih. Oh iya, kamu  bisa memanggilku Adilah, Dilah, Odel atau Lia”. Ucapannya dengan tersenyum. Lesung pipinya menambah indah senyumannya itu, membuatku tidak dapat berpaling dari wajahnya. “sepertinya aku lebih suka memanggil kamu Odel ”. Kataku.
            “silahkan kamu makan makanannya, aku harus menjaga Apotek dulu”. “tunggu…” kataku sambil memegang tangan. Dia cukup kaget melihat reaksiku. “maaf… aku tidak bermaksud lancang. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu”. Ucapku sambil lepas genggaman tanganku. “apa yang ingin kamu tanyakan?”. Diapun bertanya balik padaku. “kenapa kamu mau menolongku? Kamukan tidak mengenalku bahkan baru tadi kamu mengetahui namaku”. Pertanyaan itu tiba-tiba muncul dibenakku karena melihat sifatnya yang sangat baik padaku. “aku melakukannya karena aku pernah berada diposisi kamu. Dimana aku diperbudak oleh barang haram itu. aku terjerumus pada Narkoba hanya karena depresi ditinggal kekasihku yang selingkuh. Lucu yach… aku hampir mengorbanku jiwaku hanya karena seseorang yang bahkan tidak pantas aku cintai. Dan itu adalah hal yang terbodoh yang kulakukan”. Ucapnya tertawa mengenang kebodohannya. “semua orang yang menyalagunakan barang haram itu adalah manusia bodoh. Begitupun dengan diriku saat ini”. ucapku sedih. “kalau aku bisa terbebas dari jeratan Narkoba, tentu kamu juga bisa melakukannya. Asalkan kamu punya Niat dan tekad yang kuat, dan kamu harus kembali pada ajaran agama”.
            “apakah kamu akan membantu terbebas dari barang haram itu?” tanyaku serius padanya. Diapun menatapku dengan tatapan tajamnya. “akukan sudah bilang aku akan menolongmu karena aku juga pernah merasakna hal yang sama denganmu. mungkin itu cukup sulit, tapi ketika kamu bisa melewatinya kamu akan merasakan kembali indahnya dunia tanda ada rasa ketakutan, depresi dan kegelisahan yang selalu mengahntuimu”. Diapun meletakkan tangannya dibahuku sebelum dia beranjak keluar dari kamar.
            “AAA…. “ teriakku sekuat tenaga. Kegelisahan, depresi, ketakutan semuanya tiba-tiba menghantuiku. Aku merasakan badanku menggigil. “kamu kenapa?” Tanya Odel menerobos masuk kedalam kamar. Aku hanya bisa mengeram kesakitan. “mungkin dia terkena sindrom abstinensi (penghentian penggunaan narkoba secara mendadak pada pengguna kronis yang terdiri dari ketakutan, ketegangan, tidak bisa tidur, menggigil, diare dan perasaan sakit yang hebat)”. Ucap dr.Vanny yang juga ikut masuk kedalam kamar. “Van, apakah dia akan baik-baik saja kalau kita membiarkan dia seperti ini?” Odel terlihat sangat mencemaskanku, diapun mengenggam tanganku sangat erat.
            “ini memang gejala yang biasa dialami oleh pengguan kronis jika dilakukan penghentian secara mendadak. Aku akan menyuntikkan obat ini agar dia bisa tenang”. Ucap dr. Vanny. “obat apa ini?” tanyaku mencegahnya. “ini adalah obat pereda sakit, aku akan mengurangi dosisnya”. Ucap dr.Vanny. “aku tidak membutuhkan ini” ucapku dengan membuang spoitnya. “sebaiknya kalian pergi. Biarkan aku sendiri, aku pasti bisa menahan rasa sakit ini”. akupun mendorong mereka berdua keluar dari kamar itu.
            TOK…TOK…TOK… ketupan pintu itu membuatku tersadar. “masuk…” ucapku masih setengah sadar. “apa kamu baik-baik saja? Aku membawakan kamu makanan” ucap Odel sambil duduk disampingku. Aku berusaha membuka mataku. “kepalaku sangat sakit… seperti akan pecah…” ucapku menahan sakit. “aku tahu… kamu harus sabar. Kamu pasti bisa sembuh”. Ucapannya membuat hatiku menjadi tenang. “terima kasih atas dukunganmu. Aku tidak tahu akan jadi apa aku, jika aku tidak bertemu wanita sebaik kamu”. Akupun menatap matanya. terpancar senyum manis menghiasi wajahnya.
            “kalau boleh tahu, kenapa kamu bisa menggunakan Nrakoba? Apa karena kamu juga disakiti oleh wanita?” tanyanya dengan nada bercanda. “hahaha… tentu saja tidak, aku tidak secengeng kamu”. Aku tidak bisa menahan tawaku mendengar ucapannya. “malah ketawa, apa yang lucu”. Ucapnya sedikit jengkel. Entah mengapa jantung berdetak lebih cepat ketika melihatnya. “kamu yang lucu. Sebanarnya itu semua berawal saat aku melihat kedua orang tua selalu bertengkar. Ibuku selalu dipukuli ayahku. Akupun tidak tega melihatnya, aku berusaha untuk mengajak ibuku pergi dari rumah itu. tapi, ternyata perasaan cinta ibuku masih terlalu besar hingga dia tidak mau meninggalkan ayahku. Akupun terjerumus dalam pergaulan bebas dan jarang pulang kerumah”. Ucapku panjang lebar dengan menahan tangisku. Aku melirik Odel yang ternyata sudah menteskan air mata. Diapun menggenggam tanganku, hatiku menjadi lebih tenang dan nyaman.
                        Hari demi hari kulewati dengan siksaan kesakitan, kegilisahan dan perasaan cemas. Tubuhku semakin mengurus. Lingkaran hitam dimataku semakin membesar disebabkan aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kadang aku merasa ingin menyerah dari semua proses ini. tapi Odel si gadis manis selalu menyemangatiku dan bahkan dia sering menyuapiku ketika aku tidak menyentuh makanan yang dia bawakan untukku.
            “bolehka aku membantu kamu menjaga Apotek?” tanyaku pada Odel ketika membawakan sarapanku. “apa kamu bisa melakukannya? Tidak sembarang orang yang bisa menjaga Apotek”. Odel terlihat tidak mempercayaiku. “aku memang tidak bisa melayaani pasien, tapi aku bisa menjadi kasir yang handal Karena aku sarjana akuntan dan aku juga pernah berkerja diperusahaan-perusahaan besar yang ada dikota ini. Jika kamu mau aku akan membuatkan laporan bulanan kenguanganmu”. Kataku sedikit pamer.
            “tapi aku tidak bisa memberikan gaji yang besar seperti perusahaan-perusahaan yang pernah kamu tempati kerja”. “aku tidak membutuhkan gaji, cukup tumpangan untuk tidur dan biaya makan”. Akupun tersenyum manis berusaha untuk meluluhkan hatinya. Dia seolah-olah berpikir keras. “baiklah… tapi kamu harus bekerja dengan giat karena kamu masih punya hutang padaku. Hahaha”. Dipun tertawa. Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat. Terbesit perasaan bahagia ketika aku bersama dia. “baik bos…”. Kata sambil tertawa.
            “Fagih, apa kamu sudah tidak merasakan rasa sakit lagi?” Tanya dr.Vanny ketika melihatku duduk didepan kasir. “beberapa minggu belakangan ini aku sudah merasa agak baikan dok. Perasaan gelisah dan rasa sakitnya juga sudah jarang terjadi”. Ucapku. “baguslah kalau begitu.  lazimnya ketergantungan fisik sudah berkurang dua minggu setelah penggunaan obat dihentikan. Tapi ketergantungan psikisnya sering kali sangat erat, sehingga pembebasan yang tuntas sangat sulit tercapai. Jika kamu mempunyai niat yang kuat kamu bisa lebih cepat sembuh”. Saran dr.Vanny.
            Tidak terasa sudah sebulan aku berada disini. Tubuhku semakin terasa segar dan hanya sekali-kali aku merasakan kegelisahan tapi hal itu sudah bisa kuatasi. “Fagih… semakin hari kamu semakin terlihat sehat. Tubuhmu juga sudah berisi kembali. Kelihatannya kamu banyak makan akhir-akhir ini. bisa-bisa aku rugi kalau porsi makanmu bertambah….hahaha”. canda Odel. “baiklah aku akan mengurangi porsi makanku”. Ucapku menanggapi candaannya. “tidak apa kalau kamu mau menambah porsi makanmu asalkan kamu juga menambah porsi kerjamu”. Ucapnya tetap tertawa. Setiap kali aku melihat Odel tertawamembuat jantungku berdetak semakin kencan dan perasaan itu semakin sering muncul. terkadang bayang-bayangnya selalu muncul dibenakku.
            “HEi… kenapa kamu melamun, kerja donk”.  Aku tersadar dari lamunanku. “baik Bos”. Kataku seperti pegawai telapan. “Odel… kamu kerunganku dulu”. Panggil dr.Vanny dari rungannya. “Baik dok”. Ucapnya sambil menuju kerungan dr.Vanny.
            Beberapa menit kemudian Odelpun keluar dari rungan dr.Vanny, wajahnya yang tadi ceria kini berubah menjadi murung. Entah apa yang terjadi, membuatku cemas akan keadaannya. “Odel apa yang dr.Vanny katakan?” Tanyaku sangat cemas melihat raut wajah sedihnya. “bukan apa-apa… aku hanya tidak enak badan, aku ingin istirahat sejenak” hanya itu yang dia katakan sebelum dia beranjak menuju kamarnya. Tidak biasanya dia seperti ini.
            TOK…TOK…TOK.. kuketuk pintu kamarnya, aku merasa sangat cemas karena seharian ini dia tidak pernah keluar dari kamar. “masuk… pintunya tidak dikunci”. Teriaknya dari dalam kamar. “apa kamu baik-baik saja?” tanyaku ketika melihat dia duduk menyandar di tempat tidurnya. Diapun tersenyum menatapku “kenapa kamu terlihat sangat cemas? Aku baik-baik saja”. Ucapnya seolah-olah menyembunyikan sesuatu. “apakah kamu mau menemaniku untuk menjenguk ibuku?” ucapku tiba-tiba. “apa kamu benar-benar akan mengjenguk ibumu?” ucapnya dengan rona bahagia. “iya, aku sudah putuskan untuk mejenguknya. Saat ini dia dirawat dirumahku”. Dengan semangat dia bangun dari tempat tidur. “ayo kita pergi” ajaknya penuh semangat.
            “apa ini betul rumah kamu?” ucapnya kaget ketika melihat rumahku. “iya, kamu tidak percaya sama aku”. “ternyata rumahmu sangat besar, aku tidak menyangka ternyata kamu orang kaya”. Dia masih tidak percaya. “ayo kita masuk” ajakku sambil menggandeng tangannya.
            Aku melihat ibu terbaring ditempat tidurnya, dia terlihat lebih kurus dan wajah sangat pucat. “ibuu..” ucapku sambil memeluknya dengan erat. “maafkan aku bu, karena aku sudah terlalu lama meninggalkan ibu dan tidak pernah menjaga ibu?” ucapku dengan derai air mata. Kulirik ibuku yang juga tak bisa menahan air matanya. “kamu kemana saja nak, ibu sangat merindukanmu”. Ucap ibuku tanpa melepaskan pelukannya.  Akupun membalas pelukan hangatnya itu.
            “ibu perkenalkan. Ini adalah Adilah Odellia. Orang yang membuatku berubah menjadi lebih baik seperti ini”. ucapku meperkenalkan Odel. “namaku Odel tante”. Odelpun memeluk ibu. Terlihat matanya memerah mungkin dia juga menangis ketika melihatku melepas rindu dengan ibuku. “Fagih kamu akan tinggal disini lagikan?” ucap ibuku tiba-tiba. Aku hanya diam, tidak tahu apa yang harus kukatakan. “ayah dan ibu sudah tidak pernah bertengkar lagi. Ayahmu juga mencari kamu, dia sangat khawatir”. Mendengar kata Ayah membuat sedikit trauma. “baiklah bu, aku akan tinggal disini. Tapi, tidak untuk hari ini karena aku mau mengambil barang-barangku”. ibuku terlihat kecewa dengan keputusanku tapi kedatanganku bisa membuat rasa rindunya sedikit terobati.
            Sopir pribadi keluargaku mengantar aku dan Odel pulang. kamipun turun dari mobil tepat didepan Apotek Odellia. “terima kasih pak ucapku pada sopir yang sudah mengabdi pada keluarku sekitar 15 tahun yang lalu”.”iya mas” ucap sang sopir sebelum melajukan mobilnya.
            “aaa… aku sangat lelah”. Ucap Odel dengan melangkahkan kakinya. Tapi, aku memegang tangannya dan menarik dia dalam pelukanku.  Dia kaget dengan reaksiku dan dia hanya berdiri mematung. “biarkan sejenak aku memelukku. Sebelum aku pergi dari tempat ini, terlalu banyak kenangan indah diapotek ini”. ucapku sambil memeluknya dengan hangat. “perasaan tenang ini membuatku semakin nyaman ketika aku berada didekatmu. Aku selalu merasakan hal yang aneh ini, mungkin ini yang dinamakan cinta”. Sontak Odel mendorong tubuhku. “apa maksud kamu?” ucapnya cukup kaget. “apa kamu tahu mengapa aku bisa bertahan saat aku berusaha terbebas dari Narkoba. Itu karena kamu selalu ada disampingku, menyemangatiku tanpa henti. Saat itulah, mulai tumbuh perasaan ini. dan sekarang perasaan ini sudah tidak bisa aku pendam lagi. Aku mencintaimu Adilah Odellia”. Ucapanku membuat Odel terdiam, wajahnya terlihat memerah bibir gemetaran dan dia tidak berani menatap mataku. “maaf mungkin ini bukan saatnya kita menjalin hubungan”. Seru Odel sebelum pergi meninggalkanku. Aku hanya terdiam terpaku tak mengerti maksud ucapannya itu.
            Hari ini aku memutuskan untuk meninggalkan Apotek Odelia ini, aku berjalan menuju kamar Odel untuk berpamitan, tapi kuurangkan niatku karena mengingat kejadian semalam. Mungkin saat ini dia masih marah padaku. Akhirnya kuputuskan untuk pergi tanpa berpamitan padanya. Aku mengamati kembali seluruh bangunan Apotek Odelia ini sebelum aku benar-benar pergi dari tempat ini. terdapat banyak cerita Indah yang kualami diapotek ini. mungkin untuk orang lain Apotek ini sebagai tempat untuk membeli obat ketika mereka sakit tapi bagiku Apotek ini memberikan obat hati yang dapat membuat hidupku berubah menjadi lebih baik.
            “Fagih… kamu mau kemana, kenapa membawa tas sebesar itu”. seru dr.Vanny mengagetkanku. “Vanny… sebanarnya hari ini aku akan pulang kerumahku”. Ucapku denga raut wajah sedih yang tidak bisa kusembunyikan. “jadi kamu sudah mau pulang? apa Odel tidak mengantarmu?” pertanyaan Vanny itu membuat sedikit canggung. “sepertinya dia masih tidur, jadi aku tidak berani untuk membangunkan dia. sampaikan salam dan terima kasihku padanya”. Ucapku sebelum beranjak dari Apotek itu.
            Setelah beberapa hari aku tidak melihatnya, hatiku dirundung rindu yang sangat mendalam. Kuputuskan untuk menemuinya. Kutepikan mobilku dipinggir jalan yang agak jauh dari Apotek Odellia, aku ingin mempersiapkan diriku sebelum kembali menemuinya. Detak jantung berdetak 10x lebih cepat ketika aku melihat dia keluar dari Apotek, ingin segera kupanggil dia. tapi kuurungkan niatku ketika melihat ada seorang lelaki yang ikut dibelakangnya. Mereka terlihat sangat mesra. Hatiku terasa sakit, kecemburuan menyelimuti hatiku. Tanpa berpikir panjang kuputuskan untuk menemui dia, walaupun ini bukan waktu yang tidak tepat, tapi aku tidak bisa membiarkan hal ini.
            “jadi ini sebabnya kamu menolak aku? Karena lelaki ini”. ucapku ketika sudah berada dihadapannya. Amarahku tidak bisa kutahan, kepalan tinju sudah kupersiapkan untuk lelaki itu. “Fagih…”. Ucap Odel kaget. Kutarik baju lelaki itu dan kuayungkan kepalan tinjuku tepat diwajahnya. “HENTIKAN… apa yang kamu lakukan”. Teriakan Odel membuatku mengurungkan niatku mendaratkan tinjuku pada wajah lelaki itu.
            Aku berusaha mengatur nafasku. Dan perlahan-lahan kulepaskan tanganku dari baju lelaki itu. aku membalikkan badanku kearah Odel. Tapi, Tiba-tiba dia pinsang. akupun menangkapnya agar dia tidak jatuh. Rasa amarahku kini berubah menjadi rasa kecemasan.
            “ini semua salahku… seharusnya aku tidak melakukan hal itu”. ucapku penuh penyesalan saat berada dirumah sakit. “seharusnya kamu mengerti perasaaan Odel”. ucapan lelaki itu membuat telingaku terasa panas. Aku masih kesal melihat dia. “kenapa kamu masih disini? Pergi.. biar aku yang menjaga Odel disini. Dia lebih membutuhkan aku dari pada kamu.” Ucapku kasar padanya. “apa kamu tahu, aku ini cinta pertama Odel. walaupun saat ini, dia  lebih membutuhkanmu daripada aku. Tapi, aku tidak akan membiarkan kamu menyakiti dia”. mendengar ucapannya itu membuatku emosi. akhirnya kepalan tinjuku medarat diperutnya. “apa-apaan ini… kalau kalian mau berkelahi jangan dirumah sakit”. Teriak dr.Vanny yang baru datang. Aku dan lelaki itu hanya terdiam. “Vanny… sebaiknya kamu mengawasi lelaki ini”. ucap lelaki itu sebelum angkat kaki.
            “Vanny, sebenarnya apa yang terjadi pada Odel, kenapa dia tiba-tiba pinsang.”. Tanyaku dengan penuh kecemasan saat aku melihat Odel terbaring lemas. Dr.Vanny tertunduk diam, hanya raut kesedihan yang terpancar diwajah. Tetesan air matanyapun mengalir dari pipinya. Hal itu membuatku semakin cemas. “Vanny.. Odel kenapa? Dia tidak sakit parahkan, dia bisa sembuhkan. Vanny jawab aku…”. Vannypun menatapku. Kesedihan mendalam terpnacar dimatany “Fagih… Odel  mengidap HIV AIDS…”.  Dunia terasa gelap dan tubuhku terasa lemas, kesedihan, ketakutan dan kecemasanpun kembali menghampiriku bahkan lebih hebat daripada saat aku terjerumus dalam Narkoba. Air matakupun mengalir tanpa henti. “kenapa kamu merahasiakan hal ini padaku? Kamu tahukan kalau Odel adalah orang yang sangat berarti untukku”. Ucapku lirih. “maafkan aku Fagih… tapi, ini semua karena Odel tidak ingin melihatmu sedih dia melarang aku untuk mengatakannya padamu”. Ucap dr.Vanny dengan linanngan air matanya.
            Kutatap Odel yang masih tertidur pulas. Linangan air mataku tidak dapat kuhentikan, semalaman penuh aku menjaganya. Kubelai rambutnya dan kulihat wajahnya yang semakin kurus namun dia tetap cantik dimataku. Aku merasakan tangannya bergerak dalam genggamanku, perlahan-lahan dia membuka matanya. “kenapa kamu ada disini?” ucapnya padaku dengan bibir gemetar. “apa kamu sudah merasa baik?” ucapku sangat cemas. “aku hanya pusing sedikit, sebentar lagi juga sembuh”. Ucapnya berusaha membohongiku. “kamu tidak usah menyembunyikan penyakitmu lagi, aku sudah tahu semuanya. Dan saat ini aku hanya ingin berada disisimu dan menjagamu”. Akupun menggenggam tangannyua dengan penuh kehangatan. Kulihat dia tersenyum. “seharusnya kamu mencari wanita yang lebih baik dari aku. Karena waktuku tidak lama lagi”. “tidak ada wanita yang mampu mengantikan kamu dihatiku, dan kematian hanya tuhan yang bisa menentukan”. Aku tersenyum padanya.
            “Fagih… aku ingin sekali melihat matahari senja dengan kamu?” kata Odel tiba-tiba. “baiklah kita akan pergi setelah kamu keluar dari rumah sakit”. Ucapku sambil mengelus kepalanya. “tapi aku ingin melihatnya sekarang…”. Diapun merengek seperti anak kecil. “kondisimu belum stabil, kamu masih harus banyak istirahat”. “mungkin ini kenginan terakhirku tapi kenapa kamu tidak ingin mengabulkannya?” ucapannya tersebut membuatku luluh. “baiklah kita akan pergi, tapi dr.Vanny harus ikut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan”.
            Akhirnya kami bertiga, menuju sebuah pantai. Kuambil kursi roda dari mobil. Akupun menggendong Odel yang masih tidak bisa berjalan. Tiupan angin pantai itu sangat sejuk, langit yang tadinya biru kini berubah menjadi orange. Matahari diujung pantai itu  perlahan-lahan tenggelam seakan ingin melepas kepenakannya setelah seharian menyinari bumi.
Pemandangan alam yang sangat indah itu membuat hatiku tenang. “ini adalah hal yang terindah yang pernah kualami dalam hidupku. Dapat menyaksikan matahari senja dengan seseorang yang kuncintai dan sahabatku”. Ucapku terpukau. “fagih… maukah kamu berjanji satu hal padaku?” ucapnya menatapku sambil memegang tanganku. “iya tentu saja”. Kataku tanpa ragu. “aku ingin kamu dan Vanny menjaga Apotek Odellia.  Aku ingin kalian berdua tetap mempertahankannya walaupun aku sudah tidak ada”. Air matapun menetes dipipinya yang putih. “apa yang kamu katakana? Tidak akan terjadi apa-apa padamu. Kamu pasti sembuh”. Ucap dr.Vanny yang juga sudah dibasahi dengan air mata.
“sembuh… apa kamu lupa aku ini seorang Apoteker dan aku tahu, belum ada obat untuk penderita HIV. aku harap kalian dapat menjaga Apotek itu”. tubuhnya semakin lemas. Aku tidak sanggup melihat dia dalam penderitaan seperti ini. kugenggam tangannya dengan erat. “Fagih… aku tahu kamu jatuh cinta padaku. Tapi, aku minta maaf karena tidak pernah membalas cintamu karena aku tidak ingin membuatmu sakit hati. Dan aku harap kamu bisa membangun cinta dengan Vanny. Karena pada hakikatnya jatuh itu sakit namun membangun itu selalu indah. Vanny adalah orang yang tepat bagimu”. Ucap terengah-engah. Dia berusaha untuk mengatur nafasnya namun kondisinya semakin lemah. Tak ada kata yang mampu kuucapkan, hanya air mataku yang mengalir tanpa henti. Kulihat dia menutup matanya perlahan-lahan, wajahnya terlihat tenang. Akupun memeluk tubuh Odel kurasakan tangannya yang dingin namun masih terasa kehangatan ditubuhnya. Vanny terus menangis melihat sahabatnya yang sudah tidak ada.
Odel kamu bagaikan mentari senja bagiku. Walaupun kamu terlalu cepat meninggalkanku namun kamu selalu ada dihatiku. Aku berjanji akan menjaga Apotek Odellia karena ditempat itu Tuhan mempertemukan kita , banyak hal yang indah kita alami ditempat itu yang tidak akan pernah aku lupakan. Ucapku dipusara Odel.
“Ayah, ayo kita pulang”. suara anak lelaki itu membuatku terbangun dari lamunanku. “Odel, hari ini aku akan memperkenalkan anakku padamu. Namanya Fredi Odellia, aku sangaja menambahkan namamu dibelakang namanya karena kamu adalah orang yang sangat berarti bagi kami berdua”. Ucap Vanny yang kini sudah menjadi istriku. Odel, aku harap kamu bisa bahagia dialam sana. Dan aku akan berusaha untuk membangun cinta dengan Vanny agar lebih indah lagi.


THE AND
“terkadang cinta itu menyakitkan, namun akan terasa indah jika kamu lebih memahaminya”