Friday 20 December 2013
Sunday 1 December 2013
BY : CANRADEWI
APOTEK ODELLIA
Jalan
raya terlihat terbelah dua, mobil Honda jazz merah yang berada didepanku
sepertinya akan menabrak mobilku sehingga aku tak mampu untuk mengontol laju
mobilku. Aku pasti tamat hanya itu yang terbesit dibenakku. Tapi Tuhan masih
mengijinkan aku menghirup oksigennya, karena pengendara mobil itu masih bisa
membanting stir mobilnya sehingga tabrakan tidak terjadi.
Terdengar teriakan caciannya padaku. Namun aku
tidak mempedulikannya karena yang kurasakan saat ini hanyalah kegelisahan.
Sekujur tubuhku dibasahi keringat yang terus menerus keluar dari pori-pori
kulitku. Kepalaku terasa sangat berat, mungkin disebabkan karena aku selalu
gelisah dan tidak bisa tidur selama
seminggu ini.
Kucoba mengacak-acak isi tasku, tapi aku tidak menemukan
obat narkotik itu. obat yang dapat membuatku segar, nyaman, dan dapat
meningkatkan rasa percaya diri ketika
aku mengkomsumsinya. Aku menghentikan mobilku didepan Apotek Odellia untuk
mendapatkan obat itu. aku berjalan dengan tertatih untuk masuk kedalam Apotek,
terlihat seorang wanita berbaju ungu menghampiriku. “selamat siang Pak, apa ada
yang bisa saya bantu?” ucapnya cukup ramah dengan senyuman manis. “cepat
berikan aku Heroin”. Teriakku padanya.
Diapun
terlihat ketakutan tapi dia berusaha menutupinya dengan tetap tersenyum. “maaf
pak. Obat sejenis itu tidak diperjual belikan dengan bebas dan tentu saja
apotek kami tidak menyediakannya”. “aaaa… omong kosong, kalau begitu berikan
aku kodein atau obat golongan narkotik lainnya. Aku akan membayarnya dengan
harga mahal”. Teriakanku semakin keras, aku tidak bisa mengendalikan diriku
dari perasaan amarahku. Seketika wajah gadis itu berubah menjadi pucat pasih,
senyuman yang tadinya dia torehkan kini tak tampak lagi. “ta..tapiii..
pa..aaapak.. semua obat golongan narkotik tidak diperjual belikan secara
bebas. Walaupun anda ingin membelinya
dengan harga yang sangat mahal kami tetap tidak akan melayani anda. Kecuali
jika ada resep dokter yang anda bawa.”. Ucapnya dengan bibir gemetaran.
Aku
semakin gelisah, yang ada dipikiranku saat ini hanyalah obat-obat terlarang
itu. tubuhku semakin tak terkontrol sehingga aku menerobos masuk kedalam lemari
penyimpanan obat-obat di Apotek itu. gadis itu berusaha menghalangiku tapi karena
tubuhku lebih besar darinya membuatku dengan mudah untuk menerobosnya. Aku
mengacak satu persatu lemari itu, tapi aku tidak menemukan obat jenis Norkotik
satupun.
“cepat katakan dimana kamu menyimpan obat
Narkotiknya”. Aku menatap matanya dengan tatapan yang sangat tajam. “ada
keributan apa ini?” teriak seorang Dokter wanita yang baru keluar dari tempat
prakteknya yang juga berada didalam Apotek itu. “maaf dok, ini semua karena
orang ini. kelihatannya dia seorang pecandu Narkoba”. Ucap gadis itu sambil
menunjukku. “aku akan menelpon polisi, karena orang ini sudah membuat keributan
dan mengacak-acak tampat ini. Dokter itupun menekan tombol ponsel yang
digenggamnya. “tunggu dok, sebaiknya kita tidak usah menelpon polisi, aku tidak
mau jika kita harus terlibat dengan polisi. Aku takut polisi akan menghentikan
pengoperasian Apotek ini untuk sementara waktu”. Ucapan gadis itu membuatku
sedikit legah, karena setidaknya dia tidak melaporkan aku pada polisi. “jadi
apa kamu akan membiarkan dia bebas begitu saja. Dia sudah mengacak-acak
apotekmu, dan banyak obat-obat yang rusak gara-gara dia. terlebih lagi dia
adalah pengguna Narkoba”. Ucapan dokter itu membuat aku sangat marah. “hei
DOKTERRRRR… jika kamu mau laporkan aku pada polisi cepat lakukan aku tidak takut
dengan polisi.”. teriakku tepat didepan matanya. Diapun melototiku dengan wajah
yang pucat pasih. “apa kamu akan membiarkan pria ini berbuat kriminal, dia bisa
saja mencelakakan kita”. kata dokter itu pada gadis berbaju ungu yang ada
dibelakangku.
“tentu
saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kita harus menolong dia dari
ketergantungannya pada obat-obatan terlarang itu”. terlihat sang dokter sangat
kaget mendengar perkataan gadi berbaju ungu. “APAAa??? Buat apa kamu menolong dia. kita tidak
mengenal dia bahkan kita tidak tahu asal usulnya. Bagaimana kalau dia ternyata
buronan polisi atau pengedar narkoba”. Ucapan dokter itu semakin membuatku
emosi. “jaga ucapanmu aku bukan buronan polisi”. Ucapku sambil menunjuk dia.
“dr.Vanny, mungkin dia hanya korban penyalahgunaan Narkoba dan jika dia
pengedar mana mungkin dia mencari barang haram itu diApotek ini”. tampaknya
gadis berbaju ungu ini sangat baik. dia selalu membelaku walaupun aku sempat bertindak
kasar padanya.
“aku
tidak tahu apakah kita masih bisa menolongnya”. Ucap dokter itu pesimis. “jika
dokter Vanny bisa menolongku, tentu dokter juga bisa menolong dia”. dia
berusaha membujuk dokter itu. “Adilah Odelllia… aku menolongmu karena kamu
adalah sahabatku. Aku tentu tidak rela melihat kamu diperbudak oleh obat
terlarang itu”. “apa bedanya aku dan dia? kami ini sama-sama manusia yang
terjebak dengan obat-obatan terlarang itu”. “tentu saja kalian beda, kamu
mempunyai kenginan kuat untuk terlepas dari Narkoba sedangkan dia… dia terlihat
tidak mempunyai kenginan untuk hidup”. Ucapan dokter itu selalu kasar padaku.
“HENTIKANNN… jika kamu ingin menolongku, cepat berikan aku obat-obat golongan
Narkotiknya. Hanya itu yang kubutuhkan saat ini”. ucapku paksa gadis berbaju
ungu. kedua gadis itu hanya terdiam dan tak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
“APA KALIAN TULI… aku bilang cepat berikan aku obatnya, aku akan mati jika aku
tidak memberikannya…” ucapanku tidak terkontrol lagi, kegelisahan semakin
membuatku tersiksa. Hanya amarahku yang mampu kuluapkan.
Terasa
ada sesuatu yang menusukku, ketika aku membalikkan badan ternyata dokter itu
menusuk lenganku dengan jarum suntiknya. Kepalaku menjadi pusing dan seketika
semuanya terlihat gelap.
Aku
merasa berada ditempat yang asing ketika aku membuka mataku. Gagang Pintu yang
bercat coklat itu terlihat bergerak, dibalik pintu itu muncul sosok wanita
dengan tubuh cukup kurus. Aku menatapnya dari ujung kaki hingga wajahnya. Dia
wanita yang cukup manis, lesung pipinya membuatnya tambah cantik ketika
tersenyum. “ternyata kamu sudah sadar”. Ucapnya tersenyum lebar, seakan-akan
ingin memperlihatkan deretan gigi putihnya. Diapun meletakkan makanan dimeja.
“aku dimana dan Kamu siapa?” ucapku kaget. “Aku Adilah Odellia pemilik Apotek
yang kamu rusak tadi malam”. Ucapan gadis itu membuatku mengingat kejadian
kriminal yang aku lakukan tadi malam. Aku hanya bisa tertunduk karena malu dan
merasa bersalah padanya. “aku… aku minta maaf soal kejadian tadi malam, aku tidak
bisa mengontrol emosikiku dan aku akan mengganti semua kerusakan yang telah aku
lakukan. Tapi, aku mohon jangan laporkan aku pada polisi”. Ucapku sedikit
merengek. “tenang saja aku tidak akan melaporkan kamu. Kalau aku mau melaporkan
kamu sudah dari tadi malam aku menelpon polisi”. Ucapannya itu membuatku sedikit
legah.
“Adilah Odellia… perkenalkan namaku Fagih Tirta, kamu
bisa memanggilku Fagih”. Ucapku memperkenalkan diri sambil menjulurkan
tanganku. “jadi namu Fagih. Oh iya, kamu bisa memanggilku Adilah, Dilah, Odel atau
Lia”. Ucapannya dengan tersenyum. Lesung pipinya menambah indah senyumannya itu,
membuatku tidak dapat berpaling dari wajahnya. “sepertinya aku lebih suka
memanggil kamu Odel ”. Kataku.
“silahkan kamu makan makanannya, aku harus menjaga Apotek
dulu”. “tunggu…” kataku sambil memegang tangan. Dia cukup kaget melihat
reaksiku. “maaf… aku tidak bermaksud lancang. Aku hanya ingin menanyakan
sesuatu padamu”. Ucapku sambil lepas genggaman tanganku. “apa yang ingin kamu
tanyakan?”. Diapun bertanya balik padaku. “kenapa kamu mau menolongku? Kamukan
tidak mengenalku bahkan baru tadi kamu mengetahui namaku”. Pertanyaan itu
tiba-tiba muncul dibenakku karena melihat sifatnya yang sangat baik padaku.
“aku melakukannya karena aku pernah berada diposisi kamu. Dimana aku diperbudak
oleh barang haram itu. aku terjerumus pada Narkoba hanya karena depresi
ditinggal kekasihku yang selingkuh. Lucu yach… aku hampir mengorbanku jiwaku
hanya karena seseorang yang bahkan tidak pantas aku cintai. Dan itu adalah hal
yang terbodoh yang kulakukan”. Ucapnya tertawa mengenang kebodohannya. “semua
orang yang menyalagunakan barang haram itu adalah manusia bodoh. Begitupun
dengan diriku saat ini”. ucapku sedih. “kalau aku bisa terbebas dari jeratan
Narkoba, tentu kamu juga bisa melakukannya. Asalkan kamu punya Niat dan tekad
yang kuat, dan kamu harus kembali pada ajaran agama”.
“apakah kamu akan membantu terbebas dari barang haram
itu?” tanyaku serius padanya. Diapun menatapku dengan tatapan tajamnya. “akukan
sudah bilang aku akan menolongmu karena aku juga pernah merasakna hal yang sama
denganmu. mungkin itu cukup sulit, tapi ketika kamu bisa melewatinya kamu akan
merasakan kembali indahnya dunia tanda ada rasa ketakutan, depresi dan
kegelisahan yang selalu mengahntuimu”. Diapun meletakkan tangannya dibahuku
sebelum dia beranjak keluar dari kamar.
“AAA…. “ teriakku sekuat tenaga. Kegelisahan, depresi,
ketakutan semuanya tiba-tiba menghantuiku. Aku merasakan badanku menggigil.
“kamu kenapa?” Tanya Odel menerobos masuk kedalam kamar. Aku hanya bisa
mengeram kesakitan. “mungkin dia terkena sindrom
abstinensi (penghentian penggunaan narkoba secara mendadak pada pengguna
kronis yang terdiri dari ketakutan, ketegangan, tidak bisa tidur, menggigil,
diare dan perasaan sakit yang hebat)”. Ucap dr.Vanny yang juga ikut masuk
kedalam kamar. “Van, apakah dia akan baik-baik saja kalau kita membiarkan dia
seperti ini?” Odel terlihat sangat mencemaskanku, diapun mengenggam tanganku
sangat erat.
“ini memang gejala yang biasa dialami oleh pengguan
kronis jika dilakukan penghentian secara mendadak. Aku akan menyuntikkan obat
ini agar dia bisa tenang”. Ucap dr. Vanny. “obat apa ini?” tanyaku mencegahnya.
“ini adalah obat pereda sakit, aku akan mengurangi dosisnya”. Ucap dr.Vanny.
“aku tidak membutuhkan ini” ucapku dengan membuang spoitnya. “sebaiknya kalian
pergi. Biarkan aku sendiri, aku pasti bisa menahan rasa sakit ini”. akupun
mendorong mereka berdua keluar dari kamar itu.
TOK…TOK…TOK… ketupan pintu itu membuatku tersadar.
“masuk…” ucapku masih setengah sadar. “apa kamu baik-baik saja? Aku membawakan
kamu makanan” ucap Odel sambil duduk disampingku. Aku berusaha membuka mataku.
“kepalaku sangat sakit… seperti akan pecah…” ucapku menahan sakit. “aku tahu…
kamu harus sabar. Kamu pasti bisa sembuh”. Ucapannya membuat hatiku menjadi
tenang. “terima kasih atas dukunganmu. Aku tidak tahu akan jadi apa aku, jika
aku tidak bertemu wanita sebaik kamu”. Akupun menatap matanya. terpancar senyum
manis menghiasi wajahnya.
“kalau boleh tahu, kenapa kamu bisa menggunakan Nrakoba?
Apa karena kamu juga disakiti oleh wanita?” tanyanya dengan nada bercanda.
“hahaha… tentu saja tidak, aku tidak secengeng kamu”. Aku tidak bisa menahan
tawaku mendengar ucapannya. “malah ketawa, apa yang lucu”. Ucapnya sedikit
jengkel. Entah mengapa jantung berdetak lebih cepat ketika melihatnya. “kamu
yang lucu. Sebanarnya itu semua berawal saat aku melihat kedua orang tua selalu
bertengkar. Ibuku selalu dipukuli ayahku. Akupun tidak tega melihatnya, aku
berusaha untuk mengajak ibuku pergi dari rumah itu. tapi, ternyata perasaan
cinta ibuku masih terlalu besar hingga dia tidak mau meninggalkan ayahku.
Akupun terjerumus dalam pergaulan bebas dan jarang pulang kerumah”. Ucapku
panjang lebar dengan menahan tangisku. Aku melirik Odel yang ternyata sudah
menteskan air mata. Diapun menggenggam tanganku, hatiku menjadi lebih tenang
dan nyaman.
Hari
demi hari kulewati dengan siksaan kesakitan, kegilisahan dan perasaan cemas. Tubuhku
semakin mengurus. Lingkaran hitam dimataku semakin membesar disebabkan aku
tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kadang aku merasa ingin menyerah dari semua
proses ini. tapi Odel si gadis manis selalu menyemangatiku dan bahkan dia
sering menyuapiku ketika aku tidak menyentuh makanan yang dia bawakan untukku.
“bolehka aku membantu kamu menjaga Apotek?” tanyaku pada
Odel ketika membawakan sarapanku. “apa kamu bisa melakukannya? Tidak sembarang
orang yang bisa menjaga Apotek”. Odel terlihat tidak mempercayaiku. “aku memang
tidak bisa melayaani pasien, tapi aku bisa menjadi kasir yang handal Karena aku
sarjana akuntan dan aku juga pernah berkerja diperusahaan-perusahaan besar yang
ada dikota ini. Jika kamu mau aku akan membuatkan laporan bulanan
kenguanganmu”. Kataku sedikit pamer.
“tapi aku tidak bisa memberikan gaji yang besar seperti
perusahaan-perusahaan yang pernah kamu tempati kerja”. “aku tidak membutuhkan
gaji, cukup tumpangan untuk tidur dan biaya makan”. Akupun tersenyum manis
berusaha untuk meluluhkan hatinya. Dia seolah-olah berpikir keras. “baiklah…
tapi kamu harus bekerja dengan giat karena kamu masih punya hutang padaku.
Hahaha”. Dipun tertawa. Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat. Terbesit
perasaan bahagia ketika aku bersama dia. “baik bos…”. Kata sambil tertawa.
“Fagih, apa kamu sudah tidak merasakan rasa sakit lagi?”
Tanya dr.Vanny ketika melihatku duduk didepan kasir. “beberapa minggu
belakangan ini aku sudah merasa agak baikan dok. Perasaan gelisah dan rasa
sakitnya juga sudah jarang terjadi”. Ucapku. “baguslah kalau begitu. lazimnya ketergantungan fisik sudah berkurang
dua minggu setelah penggunaan obat dihentikan. Tapi ketergantungan psikisnya
sering kali sangat erat, sehingga pembebasan yang tuntas sangat sulit tercapai.
Jika kamu mempunyai niat yang kuat kamu bisa lebih cepat sembuh”. Saran
dr.Vanny.
Tidak terasa sudah sebulan aku berada disini. Tubuhku
semakin terasa segar dan hanya sekali-kali aku merasakan kegelisahan tapi hal
itu sudah bisa kuatasi. “Fagih… semakin hari kamu semakin terlihat sehat.
Tubuhmu juga sudah berisi kembali. Kelihatannya kamu banyak makan akhir-akhir
ini. bisa-bisa aku rugi kalau porsi makanmu bertambah….hahaha”. canda Odel.
“baiklah aku akan mengurangi porsi makanku”. Ucapku menanggapi candaannya.
“tidak apa kalau kamu mau menambah porsi makanmu asalkan kamu juga menambah
porsi kerjamu”. Ucapnya tetap tertawa. Setiap kali aku melihat Odel tertawamembuat
jantungku berdetak semakin kencan dan perasaan itu semakin sering muncul.
terkadang bayang-bayangnya selalu muncul dibenakku.
“HEi… kenapa kamu melamun, kerja donk”. Aku tersadar dari lamunanku. “baik Bos”.
Kataku seperti pegawai telapan. “Odel… kamu kerunganku dulu”. Panggil dr.Vanny
dari rungannya. “Baik dok”. Ucapnya sambil menuju kerungan dr.Vanny.
Beberapa menit kemudian Odelpun keluar dari rungan
dr.Vanny, wajahnya yang tadi ceria kini berubah menjadi murung. Entah apa yang
terjadi, membuatku cemas akan keadaannya. “Odel apa yang dr.Vanny katakan?”
Tanyaku sangat cemas melihat raut wajah sedihnya. “bukan apa-apa… aku hanya
tidak enak badan, aku ingin istirahat sejenak” hanya itu yang dia katakan
sebelum dia beranjak menuju kamarnya. Tidak biasanya dia seperti ini.
TOK…TOK…TOK.. kuketuk pintu kamarnya, aku merasa sangat
cemas karena seharian ini dia tidak pernah keluar dari kamar. “masuk… pintunya
tidak dikunci”. Teriaknya dari dalam kamar. “apa kamu baik-baik saja?” tanyaku
ketika melihat dia duduk menyandar di tempat tidurnya. Diapun tersenyum
menatapku “kenapa kamu terlihat sangat cemas? Aku baik-baik saja”. Ucapnya
seolah-olah menyembunyikan sesuatu. “apakah kamu mau menemaniku untuk menjenguk
ibuku?” ucapku tiba-tiba. “apa kamu benar-benar akan mengjenguk ibumu?” ucapnya
dengan rona bahagia. “iya, aku sudah putuskan untuk mejenguknya. Saat ini dia
dirawat dirumahku”. Dengan semangat dia bangun dari tempat tidur. “ayo kita
pergi” ajaknya penuh semangat.
“apa ini betul rumah kamu?” ucapnya kaget ketika melihat
rumahku. “iya, kamu tidak percaya sama aku”. “ternyata rumahmu sangat besar,
aku tidak menyangka ternyata kamu orang kaya”. Dia masih tidak percaya. “ayo
kita masuk” ajakku sambil menggandeng tangannya.
Aku melihat ibu terbaring ditempat tidurnya, dia terlihat
lebih kurus dan wajah sangat pucat. “ibuu..” ucapku sambil memeluknya dengan
erat. “maafkan aku bu, karena aku sudah terlalu lama meninggalkan ibu dan tidak
pernah menjaga ibu?” ucapku dengan derai air mata. Kulirik ibuku yang juga tak
bisa menahan air matanya. “kamu kemana saja nak, ibu sangat merindukanmu”. Ucap
ibuku tanpa melepaskan pelukannya.
Akupun membalas pelukan hangatnya itu.
“ibu perkenalkan. Ini adalah Adilah Odellia. Orang yang
membuatku berubah menjadi lebih baik seperti ini”. ucapku meperkenalkan Odel.
“namaku Odel tante”. Odelpun memeluk ibu. Terlihat matanya memerah mungkin dia
juga menangis ketika melihatku melepas rindu dengan ibuku. “Fagih kamu akan
tinggal disini lagikan?” ucap ibuku tiba-tiba. Aku hanya diam, tidak tahu apa
yang harus kukatakan. “ayah dan ibu sudah tidak pernah bertengkar lagi. Ayahmu
juga mencari kamu, dia sangat khawatir”. Mendengar kata Ayah membuat sedikit
trauma. “baiklah bu, aku akan tinggal disini. Tapi, tidak untuk hari ini karena
aku mau mengambil barang-barangku”. ibuku terlihat kecewa dengan keputusanku
tapi kedatanganku bisa membuat rasa rindunya sedikit terobati.
Sopir pribadi keluargaku mengantar aku dan Odel pulang.
kamipun turun dari mobil tepat didepan Apotek Odellia. “terima kasih pak ucapku
pada sopir yang sudah mengabdi pada keluarku sekitar 15 tahun yang lalu”.”iya
mas” ucap sang sopir sebelum melajukan mobilnya.
“aaa… aku sangat lelah”. Ucap Odel dengan melangkahkan
kakinya. Tapi, aku memegang tangannya dan menarik dia dalam pelukanku. Dia kaget dengan reaksiku dan dia hanya
berdiri mematung. “biarkan sejenak aku memelukku. Sebelum aku pergi dari tempat
ini, terlalu banyak kenangan indah diapotek ini”. ucapku sambil memeluknya
dengan hangat. “perasaan tenang ini membuatku semakin nyaman ketika aku berada
didekatmu. Aku selalu merasakan hal yang aneh ini, mungkin ini yang dinamakan
cinta”. Sontak Odel mendorong tubuhku. “apa maksud kamu?” ucapnya cukup kaget.
“apa kamu tahu mengapa aku bisa bertahan saat aku berusaha terbebas dari
Narkoba. Itu karena kamu selalu ada disampingku, menyemangatiku tanpa henti.
Saat itulah, mulai tumbuh perasaan ini. dan sekarang perasaan ini sudah tidak
bisa aku pendam lagi. Aku mencintaimu Adilah Odellia”. Ucapanku membuat Odel
terdiam, wajahnya terlihat memerah bibir gemetaran dan dia tidak berani menatap
mataku. “maaf mungkin ini bukan saatnya kita menjalin hubungan”. Seru Odel
sebelum pergi meninggalkanku. Aku hanya terdiam terpaku tak mengerti maksud ucapannya
itu.
Hari ini aku memutuskan untuk meninggalkan Apotek Odelia
ini, aku berjalan menuju kamar Odel untuk berpamitan, tapi kuurangkan niatku
karena mengingat kejadian semalam. Mungkin saat ini dia masih marah padaku.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi tanpa berpamitan padanya. Aku mengamati kembali
seluruh bangunan Apotek Odelia ini sebelum aku benar-benar pergi dari tempat
ini. terdapat banyak cerita Indah yang kualami diapotek ini. mungkin untuk
orang lain Apotek ini sebagai tempat untuk membeli obat ketika mereka sakit
tapi bagiku Apotek ini memberikan obat hati yang dapat membuat hidupku berubah
menjadi lebih baik.
“Fagih… kamu mau kemana, kenapa membawa tas sebesar itu”.
seru dr.Vanny mengagetkanku. “Vanny… sebanarnya hari ini aku akan pulang kerumahku”.
Ucapku denga raut wajah sedih yang tidak bisa kusembunyikan. “jadi kamu sudah
mau pulang? apa Odel tidak mengantarmu?” pertanyaan Vanny itu membuat sedikit
canggung. “sepertinya dia masih tidur, jadi aku tidak berani untuk membangunkan
dia. sampaikan salam dan terima kasihku padanya”. Ucapku sebelum beranjak dari
Apotek itu.
Setelah beberapa hari aku tidak melihatnya, hatiku
dirundung rindu yang sangat mendalam. Kuputuskan untuk menemuinya. Kutepikan
mobilku dipinggir jalan yang agak jauh dari Apotek Odellia, aku ingin
mempersiapkan diriku sebelum kembali menemuinya. Detak jantung berdetak 10x
lebih cepat ketika aku melihat dia keluar dari Apotek, ingin segera kupanggil
dia. tapi kuurungkan niatku ketika melihat ada seorang lelaki yang ikut dibelakangnya.
Mereka terlihat sangat mesra. Hatiku terasa sakit, kecemburuan menyelimuti
hatiku. Tanpa berpikir panjang kuputuskan untuk menemui dia, walaupun ini bukan
waktu yang tidak tepat, tapi aku tidak bisa membiarkan hal ini.
“jadi ini sebabnya kamu menolak aku? Karena lelaki ini”.
ucapku ketika sudah berada dihadapannya. Amarahku tidak bisa kutahan, kepalan
tinju sudah kupersiapkan untuk lelaki itu. “Fagih…”. Ucap Odel kaget. Kutarik
baju lelaki itu dan kuayungkan kepalan tinjuku tepat diwajahnya. “HENTIKAN… apa
yang kamu lakukan”. Teriakan Odel membuatku mengurungkan niatku mendaratkan
tinjuku pada wajah lelaki itu.
Aku berusaha mengatur nafasku. Dan perlahan-lahan
kulepaskan tanganku dari baju lelaki itu. aku membalikkan badanku kearah Odel.
Tapi, Tiba-tiba dia pinsang. akupun menangkapnya agar dia tidak jatuh. Rasa
amarahku kini berubah menjadi rasa kecemasan.
“ini semua salahku… seharusnya aku tidak melakukan hal
itu”. ucapku penuh penyesalan saat berada dirumah sakit. “seharusnya kamu
mengerti perasaaan Odel”. ucapan lelaki itu membuat telingaku terasa panas. Aku
masih kesal melihat dia. “kenapa kamu masih disini? Pergi.. biar aku yang
menjaga Odel disini. Dia lebih membutuhkan aku dari pada kamu.” Ucapku kasar
padanya. “apa kamu tahu, aku ini cinta pertama Odel. walaupun saat ini,
dia lebih membutuhkanmu daripada aku.
Tapi, aku tidak akan membiarkan kamu menyakiti dia”. mendengar ucapannya itu
membuatku emosi. akhirnya kepalan tinjuku medarat diperutnya. “apa-apaan ini…
kalau kalian mau berkelahi jangan dirumah sakit”. Teriak dr.Vanny yang baru
datang. Aku dan lelaki itu hanya terdiam. “Vanny… sebaiknya kamu mengawasi
lelaki ini”. ucap lelaki itu sebelum angkat kaki.
“Vanny, sebenarnya apa yang terjadi pada Odel, kenapa dia
tiba-tiba pinsang.”. Tanyaku dengan penuh kecemasan saat aku melihat Odel
terbaring lemas. Dr.Vanny tertunduk diam, hanya raut kesedihan yang terpancar
diwajah. Tetesan air matanyapun mengalir dari pipinya. Hal itu membuatku
semakin cemas. “Vanny.. Odel kenapa? Dia tidak sakit parahkan, dia bisa
sembuhkan. Vanny jawab aku…”. Vannypun menatapku. Kesedihan mendalam terpnacar
dimatany “Fagih… Odel mengidap HIV
AIDS…”. Dunia terasa gelap dan tubuhku
terasa lemas, kesedihan, ketakutan dan kecemasanpun kembali menghampiriku
bahkan lebih hebat daripada saat aku terjerumus dalam Narkoba. Air matakupun
mengalir tanpa henti. “kenapa kamu merahasiakan hal ini padaku? Kamu tahukan
kalau Odel adalah orang yang sangat berarti untukku”. Ucapku lirih. “maafkan
aku Fagih… tapi, ini semua karena Odel tidak ingin melihatmu sedih dia melarang
aku untuk mengatakannya padamu”. Ucap dr.Vanny dengan linanngan air matanya.
Kutatap Odel yang masih tertidur pulas. Linangan air
mataku tidak dapat kuhentikan, semalaman penuh aku menjaganya. Kubelai rambutnya
dan kulihat wajahnya yang semakin kurus namun dia tetap cantik dimataku. Aku
merasakan tangannya bergerak dalam genggamanku, perlahan-lahan dia membuka
matanya. “kenapa kamu ada disini?” ucapnya padaku dengan bibir gemetar. “apa
kamu sudah merasa baik?” ucapku sangat cemas. “aku hanya pusing sedikit,
sebentar lagi juga sembuh”. Ucapnya berusaha membohongiku. “kamu tidak usah
menyembunyikan penyakitmu lagi, aku sudah tahu semuanya. Dan saat ini aku hanya
ingin berada disisimu dan menjagamu”. Akupun menggenggam tangannyua dengan
penuh kehangatan. Kulihat dia tersenyum. “seharusnya kamu mencari wanita yang
lebih baik dari aku. Karena waktuku tidak lama lagi”. “tidak ada wanita yang
mampu mengantikan kamu dihatiku, dan kematian hanya tuhan yang bisa menentukan”.
Aku tersenyum padanya.
“Fagih… aku ingin sekali melihat matahari senja dengan
kamu?” kata Odel tiba-tiba. “baiklah kita akan pergi setelah kamu keluar dari
rumah sakit”. Ucapku sambil mengelus kepalanya. “tapi aku ingin melihatnya
sekarang…”. Diapun merengek seperti anak kecil. “kondisimu belum stabil, kamu
masih harus banyak istirahat”. “mungkin ini kenginan terakhirku tapi kenapa
kamu tidak ingin mengabulkannya?” ucapannya tersebut membuatku luluh. “baiklah
kita akan pergi, tapi dr.Vanny harus ikut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan”.
Akhirnya kami bertiga, menuju sebuah pantai. Kuambil
kursi roda dari mobil. Akupun menggendong Odel yang masih tidak bisa berjalan.
Tiupan angin pantai itu sangat sejuk, langit yang tadinya biru kini berubah
menjadi orange. Matahari diujung pantai itu perlahan-lahan tenggelam seakan ingin melepas
kepenakannya setelah seharian menyinari bumi.
Pemandangan
alam yang sangat indah itu membuat hatiku tenang. “ini adalah hal yang terindah
yang pernah kualami dalam hidupku. Dapat menyaksikan matahari senja dengan
seseorang yang kuncintai dan sahabatku”. Ucapku terpukau. “fagih… maukah kamu
berjanji satu hal padaku?” ucapnya menatapku sambil memegang tanganku. “iya
tentu saja”. Kataku tanpa ragu. “aku ingin kamu dan Vanny menjaga Apotek
Odellia. Aku ingin kalian berdua tetap
mempertahankannya walaupun aku sudah tidak ada”. Air matapun menetes dipipinya
yang putih. “apa yang kamu katakana? Tidak akan terjadi apa-apa padamu. Kamu
pasti sembuh”. Ucap dr.Vanny yang juga sudah dibasahi dengan air mata.
“sembuh…
apa kamu lupa aku ini seorang Apoteker dan aku tahu, belum ada obat untuk
penderita HIV. aku harap kalian dapat menjaga Apotek itu”. tubuhnya semakin
lemas. Aku tidak sanggup melihat dia dalam penderitaan seperti ini. kugenggam
tangannya dengan erat. “Fagih… aku tahu kamu jatuh cinta padaku. Tapi, aku
minta maaf karena tidak pernah membalas cintamu karena aku tidak ingin
membuatmu sakit hati. Dan aku harap kamu bisa membangun cinta dengan Vanny.
Karena pada hakikatnya jatuh itu sakit namun membangun itu selalu indah. Vanny
adalah orang yang tepat bagimu”. Ucap terengah-engah. Dia berusaha untuk
mengatur nafasnya namun kondisinya semakin lemah. Tak ada kata yang mampu
kuucapkan, hanya air mataku yang mengalir tanpa henti. Kulihat dia menutup
matanya perlahan-lahan, wajahnya terlihat tenang. Akupun memeluk tubuh Odel
kurasakan tangannya yang dingin namun masih terasa kehangatan ditubuhnya. Vanny
terus menangis melihat sahabatnya yang sudah tidak ada.
Odel
kamu bagaikan mentari senja bagiku. Walaupun kamu terlalu cepat meninggalkanku
namun kamu selalu ada dihatiku. Aku berjanji akan menjaga Apotek Odellia karena
ditempat itu Tuhan mempertemukan kita , banyak hal yang indah kita alami
ditempat itu yang tidak akan pernah aku lupakan. Ucapku dipusara Odel.
“Ayah,
ayo kita pulang”. suara anak lelaki itu membuatku terbangun dari lamunanku.
“Odel, hari ini aku akan memperkenalkan anakku padamu. Namanya Fredi Odellia,
aku sangaja menambahkan namamu dibelakang namanya karena kamu adalah orang yang
sangat berarti bagi kami berdua”. Ucap Vanny yang kini sudah menjadi istriku. Odel,
aku harap kamu bisa bahagia dialam sana. Dan aku akan berusaha untuk membangun
cinta dengan Vanny agar lebih indah lagi.
THE
AND
“terkadang cinta itu menyakitkan,
namun akan terasa indah jika kamu lebih memahaminya”
Subscribe to:
Posts (Atom)