Tuesday 14 October 2014

WISUDAku



WISUDAku (cacatan kecil untuk Ayah)

Hatiku sungguh bahagia perjuanganku selama tiga tahun akhirnya membuahkan hasil, tetes keringat, air mata dan kerja kerasku seolah terbalas dengan hasil yang aku dapatkan. Aku sungguh bahagia hingga rasanya aku ingin memberitahukan pada seluruh dunia bahwa aku menjadi sarjana.
Kebahagiaan itu tidak dapat kupendam sendiri hingga kuingin curahkan padamu ayah. Engkau sosok dibalik kesuksesanku saat ini. Aku tahu kau telah banting tulang demi aku, kau telah berjuang demi mewujudkan cita-citaku. Engkau tidak pernah mengeluh saat aku meminta ini dan itu.
Engkaulah nafasku, yang menjaga didalam hidupku
Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik
Kau tak pernah lelah, sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku semua yang terindah.
            Kebahagiaan itu akhirnya kucurahkan padamu, namun engkau sepertinya tidak sebahagia dengan diriku. Dengan suara beratmu kau katakana bahwa engkau tidak bisa hadir dalam acara wisudahku karena sakit.
            Perasaan kecewa menyelimuti hatiku, aku merasa engkau tidak menghargai jerih payahku selama tiga tahun. Rasa bangga itu sirnah seketika tergantikan oleh rasa sakit dan kecewa. Aku menjadi tidak semangat menyambut hari itu, hari yang sudah kunantikan dalam hidupku.
            Wajahku tampak begitu murung, rona bahagia itu telah pudar. seorang temanpun bertanya padaku, kenapa kamu tampak tidak bahagia menyambut hari kelulusan. Aku hanya menunduk dan mengatakan bahwa aku tidak tahu siapa yang akan kuberikan undangan wisudahku, ayahku sakit dan dia tidak bisa hadir.
            Teman itupun menepuk pundakku dan mengatakan. Tenang, aku akan meminta kedua orang tuaku untuk menjadi pendampingmu juga. aku hanya tersenyum kecut, bahkan hanya membayangkan itu sudah membuatku sakit. Apakah aku tidak pantas membuat Ayahku bangga? Apakah Ayah tidak bahagia melihatku sekarang?. Pertanyaan itu selalu terbayang dalam benakku.
***
Hari wisuda itupun datang, semua orang terlihat bersuka cita. Rona kebahagian terpancar diwajah teman-temanku. Kebanggaan yang begitu besar tergambar jelas diwajah orang tua mereka.
Dan aku iri melihat itu. Aku juga ingin menunjukkannya padamu Ayah, bahwa aku bisa. Aku bisa seperti mereka. Tapi, aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana raut wajahmu sekarang. Apakah engkau akan memancarkan kebahagiaan seperti itu jika kau berada disini?.
Kulihat sekeliling ruangan, yang begitu sesak. Ku masih mencari sosokmu walaupun kutahu itu hanyalah harapan palsu. Kulihat seseorang yang melambaikan tangan padaku penuh semangat dengan senyuman yang terpancar diwajahnya, dan aku menyadari itu adalah kakak dan pamanku yang meluangkan waktunya untuk menghadiri acara yang sangat penting bagiku ini. Dan itu menjadi pelipur lara bagiku.
Aku sedikit bersyukur, Setidaknya foto wisudaku yang akan terpajang di dinding rumahku didampingi oleh kakak dan pamanku. Dan bukan kedua orang tua temanku. Tetapi kebahagian itu akan terasa lengkap jika yang berada di situ adalah ibuku yang sudah tiada dan Ayahku yang saat ini sakit.
***
Hari itu telah berlalu, hari dimana aku merasa bahagia sekaligus sedih, hari yang kutunggu namun tidak kuinginkan. Hari yang seharusnya menjadi kebanggaan untukku dan Ayahku atas tetesan keringat dan perjuangan kami berdua. Yah, perjuanganku karena telah menumpuh pendidikan yang tidak mudah dan perjuangan Ayahku yang telah banting tulang untuk membiayai pendidikanku. Dan hari itu seharusnya menjadi hari kemenangan kita berdua.
Rasa sakit dan kecewaku berangsur pulih, ku mulai membuka pikiranku dan tidak lagi ingin melanyahkan Ayahku. Aku seharusnya menyadari bahwa dia pasti bangga dengan diriku, walaupun dia tidak hadir. Mungkin dia lebih bahagia dari diriku namun tidak dia tampakkan.
Aku terlalu bodoh, terlalu egois. Tidak pernah memikirkan Ayahku yang sudah rentah. Aku hanya sibuk dengan kekecewaanku namun tidak pernah menyadari betapa menderitanya dia dengan penyakitnya. Bahkan aku tidak pernah menyakan kesehatannya hanya karena aku merasa kecewa. Aku sungguh menyesal, menyesal dengan sikap egoisku. Maafkan aku Ayah, maafkan anakmu yang tidak berguna ini… Aku mencintaimu ayah dan aku akan selalu berusaha membanggakanmu.
Aku hanya memanggilmu Ayah
Disaat ku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu Ayah
Jika aku  telah jauh darimu
Song by
SEVENTEEN : Ayah