Saturday 14 December 2019

4 TAHUN KULIAH FARMASI KERJA JADI BIDAN???


4 TAHUN KULIAH FARMASI
KERJA JADI BIDAN???
 
Penilaian FKTP Puskesmas Berprestasi PKM LIMBONG
 
            Assalamu Alaikum Wr. WB…
            Hai nama saya Canradewi dan saya seorang Farmasis atau bisa juga disebut Tenaga Teknis Kefarmasian atau Asisten Apoteker. Saat bekerja di Puskesmas Limbong dan saya dipanggil Bu Bidan.
            Tentu saja saya tidak melakukan pekerjaan Bidan seperti membantu persalinan atau menyuntik pasien. Jangankan menolong persalinan, melihat darah saja saya sudah pusing.
            Tapi kok malah di panggil bidan??? Saya juga sempat bingung, dan risih. Ternyata saya baru tahu setelah bekerja beberapa lama di Puskemas Limbong. Masyarkat memang terbiasa memanggil semua staff perempuan dengan panggilan Bidan, apapun profesinya kecuali Dokter sih yang tetap dipanggil dokter. Dan buat staff laki-laki disebut Mentari (panggilan buat perawat laki-laki).
            Ehm… setelah saya pikir-pikir, kalau tidak dipanggil Bu Bidan, sebaiknya dipanggil apa yah, Bu Farmasi? Bu Tenaga Teknis Farmasis? (kalau ini terdengar ribet banget yah). 
            Oh iya pernah ada kejadian, seorang pasien UGD mengalami pendarahan hebat. Saat itu saya hanya mengintip lewat pintu UGD karena penasaran dengan pasien tersebut. Dan seorang warga menegur saya, kenapa hanya mengintip tidak masuk kedalam untuk membantu melakukan tindakan. Secara refleks saya mengatakan takut melihat darah, warga tersebut sampai menatap saya dengan sinis sambil berkata “Bidan apa ini, masa takut darah”. Sempat mau protes sih, dan bilang maaf pak, saya bukan Bidan tapi karena situasi darurat akhirnya saya hanya diam dan bergegas pergi dari UGD.
Semenjak saat itu saya sangat jarang ke Ruang UGD jika ada pasien, saya hanya akan membantu perawat atau bidan untuk mengambikan obat ataupun Alat yang dibutuhkan di gudang obat.
Sebenarnya saya bukannya marah saat di panggil Bidan, dan justru sangat kagum dengan teman-teman Bidan. Kebetulan saya ditempatkan dengan tiga Bidan di Nusantara sehat Individu di penempatan Puskesmas Limbong. Bahkan kami semua serumah.
Dan sayapun meihat betapa susahnya menjadi serang Bidan yang harus siap siaga untuk menolong persalinan. Tidak puduli apakah subuh, pagi, siang, malam bahkan tengah malam sekalipun harus siap untuk menolong pasien.
Jika pasien sempat dibawah ke puskesmas maka mereka harus siap untuk menolong di Puskesmas. Namun yang lebih parahnya lagi jika pasien berada di desa dan tidak sempat dibawah ke Puskesmas maka teman-teman Bidanlah yang harus menuju desa untuk menolong pasien tersebut. Memang sih tiap Desa ada Bidan Desanya, tapi terkadang Bidan Desa juga tidak bisa menolong sendirian dan membutuhkan bantuan dari teman Bidan yang ada di Puskesmas.
Saya masih ingat jelas saat Bidan turun ke Desa Minanga untuk menolong persalinan dan saat itu cuaca sangat buruk, beberapa hari hujan turun dan terjadi longsor hingga membuat beberapa jalan terputus karena longsor hingga membuat mobil tidak bisa lewat dan bahkan motor harus diangkat karena tertanam dilumpur. Dan dengan penuh perjuangan mereka tetap nekad turun berboncengan dengan jalanan yang licin dan longsor. Sempat khawatir saat mereka pergi, Alhamdulilah mereka pulang dengan selamat walaupun pasien harus dirujuk.
Banyak tantangan yang harus dilalui saat mengabdi, bahkan mungkin harus bertarung nyawa untuk menolong pasien. Terkadang kita harus menanggung beban berat saat pasien yang kita tolong tidak selamat.
            Akhirnya saya sadar bahwa saya tidak seharusnya merasa risih dengan panggilan Bu Bidan, yah walaupun kuliah selama 4 tahun untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi. Menjadi Bu Bidan selama 2 tahun masa pengabdian dengan pekerjaan dibidang Farmasi (mengelolah Apotek dan Gudang Obat). Yang penting sih tidak mencoba membantu persalinan atau menyuntik pasien, karena bekerja harus sesuai tupoksi masing-masing. Kecuali jika benar-benar keadaan darurat.

Pelayanan Puskel PKM Limbong di Dusun Salukana
Pelayanan Puskel PKM Limbong di Dusun Salukana

Semua tenaga kesehatan mempunyai resiko yang harus ditanggung, apapun profesinya, baik itu Farmasis, Bidan, Analis, Kesling, Gizi, Dokter, Dokter Gigi, Kesmas, Perawat dan lainnya.
            Nusanatara Sehat mengajarkan saya bahwa tidak ada profesi yang paling baik, semua mempunyai tugas masing-masing. Bukan saling membanggakan profesi dan mengucilkan profesi yang lain karena pada dasar semua profesi harus bekerja sama, bahu membahu untuk menjalankan program. Semua mempunyai tanggungjawab, saling bersinergi untuk menjalankan tugas. Untuk meningkatkan kesehatan Masyarakat.
            Karena ini bukan perlombaan untuk menentukan yang paling baik, tapi saling bekerja sama untuk melakukan yang terbaik demi masyarakat yang lebih sehat, untuk INDONESIA SEHAT.