JOMBLO TAAT
“aku bahagia banget punya pacar
kayak Evan, dia selalu ada buatku, selalu mengerti perasaanku dan yang paling
penting dia selalu mencintaiku”. Senyum sumringan Ayu tidak pernah pudar
menceritakan kisah cintanya itu padaku. Aku hanya mengangguk mendengar ceritanya
itu, tanganku begitu sibuk menulis laporan praktikum.
“kisah kamu seperti FTV, mungkin
juga berakhir secepat FTV”. Ujarku cuek, Ayu menatapku jengkel. Melemparkan
tisu tepat di mukaku.
“makanya jangan kelamaan jomblo,
tidak tahukan bagaimana rasa jatuh cinta itu”. Ayu sengaja menyindirku,
setengah berteriak.
Kualihkan pandanganku padanya,
melihat wajahnya yang tersenyum puas setelah menyindirku. Aku sudah terbiasa
dengan sebutan jomblo. Dan itu tidak masalah bagiku karena jomblo sebelum
menikah adalah prinsipku.
Bukannya merasa bersalah, Ayu malah
mengacuhkanku karena terlalu sibuk chatingan dengan Evan. Sudah setengah jam
dia masih sibuk menatap layar smartphonenya, sesekali tersenyum, setelah itu cemberut,
sesaat kemudian kembali tertawa persis seperti orang kurang waras.
“kerja tugas woi, dari tadi lihat HP
mulu? Kasihan bukumu sudah berdebu, polpenmu juga sudah karatan tuh tidak
pernah di pakai menulis. Kasihan dia tidak pernah lagi menari di atas kertas”.
Ayu mengalihkan pandangannya padaku sejenak, sedetik kemudian tertawa
terbahak-bahak namun sedetik berikutnya kembali menatap smartphonenya.
“kebanyakan baca novel, memangnya
polpen bisa menari. Lagian sebentar lagi dia menari diatas kertas kamu. kamukan
selalu pinjam polpenku, polpen di tangan kamu juga polpen akukan”. Aku menatap
polpen yang ada di tanganku. Memang sih ini polpen Ayu.
“tapi setidaknya polpen ini dapat
menjalankan tugasnya di tanganku dan aku tidak akan mengecewakannya seperti
kamu”. aku menatap Ayu tidak mau kalah.
“ya sudahlah kenapa jadi bahas
polpen sih, kalau pinjam yah pinjam ajah tidak usah jadi sok pahlawan. Dasar
JOMBLO”. Aku menatap Ayu kesal. Apapun perdebatan kami, pasti ujung-ujungnya
dia membahas statusku yang jomblo.
“memang apa salahnya sih jomblo Ay.
Aku jomblo karena pilihan bukan karena takdir”. Aku sedikit jengkel.
***
Statusku sebagai jomblo memang
selalu menjadi bahan candaan teman-teman sekelasku, termasuk Ayu. Tapi aku
jomblo bukan karena tidak laku tapi karena prinsip.
Aku masih bisa sabar jika
teman-teman sekelasku membully karena aku jomblo, tapi aku paling kesal saat
Ayu yang mengejekku. Bahkan Evan awalnya mendekatiku tapi setelah melihat
reaksiku yang tidak tertarik padanya, akhirnya dia mengalihkan targetnya pada
Ayu.
Bisa dikatakan Ayu adalah cadangan
bagi Evan, tapi aku tidak akan mengatakan hal itu pada Ayu untuk menjaga
perasaannya. Aku jadi kesal sendiri jika Ayu terlalu membangga-banggakan si
Evan itu.
Seperti hari ini, Ayu memperlihatkan
cincin di jari manisnya. Dan dicincin itu terukir nama Evan, katanya sih
pemberian Evan sebagai pengikat cintanya. Hello… nikah ajah belum, malah sudah
disegel.
“Riana jangan iri yah”. Ayu
tersenyum menyindir memperlihatkan cincinnya dengan bangga.
“kenapa juga harus iri, depan kampus
juga ada cincin begituan dengan harga 10 ribuan”. Senyum merona Ayu memudar,
menatapku jengkel. Aku balik melemparkan senyum mengejek padanya.
Terlepas dari itu, aku dan Ayu sudah
sahabatan semenjak SMA, dulu dia juga tidak pernah pacaran tapi semenjak
menginjak bangku kuliah dia menemukan tambatan hatinya yang tidak lain adalah
Evan.
Aku awalnya tidak setuju dia
menerimah cinta Evan, tapi karena hal itu Ayu tidak mengajakku bicara selama
tiga hari. jadi mau tidak mau akupun menyetujuinya. Jujur saja aku tidak begitu
suka gaya Evan yang sok cakep itu, apalagi dengan mudahnya dia mengobral
cintanya.
Sejauh ini Ayu terlihat bahagia
dengan Evan, ya walaupun dia sedikit mengabaikan tugas-tugas kampus. Aku harap mereka bahagia.
***
Ayu sangat berbeda hari ini, senyum
yang selalu dia tampakkan pada seisi kelas tidak terlihat sama sekali
tergantikan wajah kusut dengan lingkaran hitam di kedua matanya.
“kamu kenapa? Tadi malam lupa
tidur?”. Tanyaku bingung saat Ayu duduk di sampingku. Bukannya menjawab, Ayu
memelukku dan menangis dalam pelukanku. Aku tambah bingung melihat tingkah
anehnya itu.
“Ayu ada apa?”. Tanyaku lebih
serius, aku jadi khawatir melihatnya. untungnya saat ini belum banyak orang
dikelas.
“Evan jahat Ri”. Ayu masih terisak
berusaha menghapus air matanya.
“kalian bertengkar?”. Ayu hanya
mengangguk masih terisak, aku menyodorkan tisu padanya.
“Evan selingkuh Ri”. Aku mengusap
punggung Ayu, berharap dia bisa lebih tenang.
Sudah kuduga jika Evan tidak setia. Namun Ayu tidak pernah mendengar
perkataanku, dia terlalu terbuai dengan rayuan gombal Evan.
“ya udah putusin saja si Evan itu”.
ucapku akhirnya setelah Ayu berhenti terisak. Ayu hanya mengangguk lesu. Akupun
tersenyum kembali memeluknya. Semoga Ayu dapat mengambil pelajaran dari kisah
cinta pertamanya ini. Menyadari bahwa pacaran itu memang tidak memberikan
manfaat.
Keesokan harinya Ayu menghampiriku
dengan sunyum yang kembali ceria, wajah kusutnya sudah hilang. Mungkin itu efek
setelah memutuskan Evan. Aku membalas senyum cerianya itu.
Aku menatap penampilan Ayu dari bawah
keatas, benar-benar rapih. Tapi, kenapa cincin dari Evan masih dia pakai.
Akupun menatap Ayu curiga. Dia hanya tersenyum malu padaku.
“Evan sudah minta maaf padaku Ri dan
dia berjanji tidak bakalan mengulangin lagi kesalahannya itu”. Ayu menjelaskan
padaku seperti mengetahui maksud kecurigaanku.
Jujur saja aku merasa jengkel dengan
Ayu, kenapa dia begitu mudahnya memaafkan si playboy itu. kemarin dia sudah
seperti akan kehilangan nyawa. Aku tidak mengerti rayuan seperti apa yang Evan lancarkan
hingga membuat Ayu berubah seperti ini dalam sekejap.
“Ri, jangan diam ajah dong, Evan
sudah minta maaf dan dia juga sudah menjeskan semuanya padaku”. Ayu masih
berusaha memberikan penjelasan padaku.
“terserah kamu saja, kamukan yang
jalanin bukan aku”. ucapku masih jengkel. Ayu tersenyum padaku. Diapun
mengajakku kekantin, menyogokku supaya tidak ngambek lagi. ada untungnya juga
aku perhatian sama dia, ya setidaknya dapat teraktiran.
Hari-hari berjalan seperti biasa
tanpa kendala yang berarti, cuaca begitu cerah begitupun denganku selalu ceria
setiap saat. Aku melihat Ayu dari kejauhan, kenapa lagi dengan anak itu. dari
jauh saja dia sudah terlihat tidak semangat.
“kasihan matahari sudah cerah
menyinari tapi kamunya malah seperti korban badai ganas”. Ayu tidak membalas
candaanku, dia hanya menarik kursi dan duduk tanpa berbicara sepata katapun.
“kenapa? Lupa bawa laporan”. Tanyaku
lagi berusaha membuka percakapan. Ayu mengambil laporannya dari tas memperlihatkannya
padaku tanpa berkata apapun.
Dia
kembali diam. Ada apa lagi dengan ini anak, tidak biasanya dia diam seperti
ini. Akhirnya aku juga ikut diam. capek juga bicara tapi didiami seperti bicara
sama tembok.
Tanpa
sengaja aku melihat jari manis Ayu, ternyata cincin Evan tidak dipakai.
“tumben
cincinnya tidak dipakai”. Ayu seketika mengalihkan pandangannya padaku. Raut
mukanya berubah menjadi sedih.
“aku
sama Evan sudah putus Ri”. Ayu menunduk, menyembunyikan kesedihannya. Dia
berusaha tidak menangis seperti sebelumnya. Mencoba lebih tenang.
Sudah
kuduga hal ini akan berulang, Ayu terlalu baik untuk Evan. Lelaki itu pasti
dengan mudahnya memanfaatkan kebaikan Ayu.
“Akukan
sudah bilang Evan itu playboy, kamu masih ajah mempercayai dia”. Tanpa sengaja
aku memarahi Ayu.
Tangis
Ayu pecah, sedari tadi dia berusaha menahannya. Aku jadi panik melihatnya. tangisnya semakin
kencang.
“sudah
berhenti menangis, diliatin orang tuh”. Aku menunjuk sekeliling yang semuanya
menoleh kearah Ayu.
Aku
menyodorkan tisu pada Ayu, diapun berusaha meredam tangisnya. Setelah agak
tenang akhirnya Ayu menceritan semuanya padaku. Ayu memergoki Evan dengan
selingkuhannya, diapun marah-marah didepan Evan dan sempat menampar cowok itu.
***
Semenjak
saat itu Ayu selalu menghindari Evan yang selalu ingin bertemu dengannya, aku
membantu Ayu untuk move on dari Evan. Mulai dari mengajaknya nonton, belanja,
dan menyibukkan diri dengan kerja tugas.
Sudah
dua minggu semenjak Ayu putus dengan Evan dan mereka berdua tidak pernah bertemu.
Hari ini aku mengajak Ayu nonton dan secara kebetulan kami bertemu dengan Evan
di bioskop. Ayu sempat terpaku melihat Evan bersama teman-temannya. sementara
itu Evan hanya senyum sekilas kearah Ayu.
Aku
dan Ayu duduk menunggu sebelum pemutaran film sedangkan Evan duduk tidak jauh
dari kami, cowok itu selalu melirik kearah kami, membuatku dan Ayu merasa
risih.
Ayu
berasalan ingin ke toilet, alhasil tinggal aku sendiri yang menjadi objek
lirikan Evan dan teman-temannya. Evan tiba-tiba mendekat kearahku, dia
tersenyum manis padaku.
“Hai
Ri, apa kabar?”. Tanya basa-basi.
“mau
apa kamu? apa belum puas menyakiti perasaan sahabatku”. Jawabku judes, Evan
masih saja menghiasi wajahnya dengan senyum.
“Ayu
masih marah sama aku yah”. Tanya lagi. cowok ini benar-benar tidak tahu malu,
tentulah Ayu masih marah sama dia.
“menurut
kamu?”. aku makin jengkel melihatnya.
“sepertinya
iya. Ri..” Evan masih belum beranjak dari sebelahku.
“temanku
Ryan minta salam sama kamu”. aku mengalihkan pandanganku pada Evan, kaget
sekaligus kesal.
“O..
tidak usah minta salam, kalau dia suka sama aku suruh saja kerumah orang tuaku
melamar. Simpelkan”. Jawabku sinis. Orang ini benar-benar tidak tahu malu.
Evan
hanya tertawa memberi kode pada Ryan untuk mendekat. Aku sontak melototi Evan.
Dan cowok itu benar-benar kearahku.
“ya
udah kalian biacarakan saja masalah lamaran. Sepertinya Riana sudah kebelet
kawin tuh Ryan. Jadi langsung lamar saja”. Evan tertawa sebelum beranjak pergi
meninggalkan Aku dan Ryan.
Ayu
sudah keluar dari toilet dan berjalan kearahku, dia tampak bingung melihatku. Jarak
Ayu tinggal semester dariku namun Evan tiba-tiba muncul dihadapannya dan
menariknya menjauh dariku.
Evan
benar-benar sedang menjebakku, aku tidak tahu apa yang harus kubicarakan dengan
cowok asing ini. Dia tampak lebih ramah dari Evan namun tetap saja teman buaya
pasi buaya juga, dan aku tidak ingin menjadi mangsa buaya.
“maafkan
Evan yah, bercandanya sering kelewatan. oh yah pekernalkan namaku Ryan teman
kantor Evan”. Ryan tersenyum lebar dengan sengaja perlihatkan deretean gigi
putihnya, entah mengapa aku menjadi grogi dibuatnya. Akupun menggapai
tangannya, tersenyum kaku.
Mau
tidak mau akhirnya kami mengobrol ya walaupun aku lebih banyak diam dan dia
yang lebih banyak bicara. Pintu studio
sudah dibuka, film yang kami pilih segera ditayangkan. Ayupun muncul bersama
Evan, aku tidak tahu mereka dari mana.
“aku
akan segera melamar kamu jika kamu siap? Karena aku tahu kamu tidak akan mau
pacaran denganku”. Bisik Ryan tepat ditelingaku. Aku menjadi kaku seperti
disiram air es tepat di kepalaku, mukaku mmemerah jantungku berpacu dengan
cepat.
“kamu
kenapa?”. Tegur Ayu, aku tidak menyadari dia sudah berdiri dihadapanku .
“tidak
aku tidak apa-apa”. Aku segera manarik Ayu segera masuk ke studio tempat
pemutaran film yang kami pilih. Ayu hanya mengikutiku namun wajah penasarannya
masih terlihat jelas.
***
Ayu
sudah mencecarku dengan berbagai pertanyaan. Akhirnya aku menceritakan
semuanya. Bukannya memberikan solusi, dia malah menertawaiku. Air matanya
sampai keluar.
“kamu
jahat, bukan memberikan solusi malah ketawa”. Aku mencubit perut Ayu kesal. Ayu
masih saja tertawa.
“ya
udah kalian nikah saja, diakan juga sudah mapan. Punya pekerjaan tetap dan
kelihatannya dia cowok baik-baik”. Ayu mencoba memberi masukan namun masih
tetap tertawa.
Aku
memegang kepalaku benar-benar pusing. Akupun mengambil telponku segera menelpon
Evan. Aku meminta Evan untuk memberitahukan pada Ryan bahwa aku belum siap dan
ingin fokus kuliah. Dari nada suaranya Evan kecewa, namun aku juga tidak ingin
memutuskan masa depanku secepat itu. menikahkan bukan hal yang mudah dan tidak
untuk main-main.
Sejak
saat itu Evan tidak pernah lagi membahas Ryan dan Ryan juga tidak pernah
menemuiku ataupun menelponku padahal aku yakin pasti dia sudah mempunyai no
HPku. Aku sedikit kecewa tapi sangat legah. Dan prinsipku menjomblo sebelum
menikah tetap kupegang teguh. Dan satu lagi semenjak saat pertemuan dibioskop
itu hubungan Evan dan Ayu lebih baik. mereka memutuskan untuk berteman
melupakan permasalahan mereka.
Evan
sering mengajak aku dan Ayu nonton dan jalan, setiap gajian Evan mentraktir
kami. Aku tidak tahu apa yang membuat dia berubah seperti ini, sangat jauh
berbeda dengan Evan yang dulu. Aku kira setelah menolak Ryan dia akan menjauh
tapi ternyata itu tidak berpengaruh sama sekali. Bahkan kami bertiga lebih
sering jalan bersama.
***
Alhamdulillah
hari ini adalah hari wisudaku, aku tersenyum pada ibu dan Ayahku, mereka
tersenyum bangga padaku. Aku memeluk mereka, aku juga bertemu dengan kedua
orangtua Ayu yang terlihat sama bahagianya dengan orang tuaku. Kamipun semua
berfoto dan saat itu tiba-tiba Evan datang dan membawa bunga. Dia tersenyum
lebar padaku dan Ayu.
“loh
kok bunganya Cuma satu. Itu untuk siapa?”. Tegurku saat Evan sudah berada
dihadapan kami. Dia hanya tersenyum sambil memberikan bunga itu pada Ayu. Aku
pura-pura cemberut.
“aku
tidak mungkin memberikan kamu bunga, Ryan akan menggantungku jika aku
mengganggumu”. Evan tertawa, begitupun Ayu. Mukaku tiba-tiba merah, kenapa
setiap mendengar nama itu aku jadi grogi.
“tuh
si Ryan, panjang umur dia”. Seru Ayu mengagetkanku, aku sontak menoleh
kebelakang. Dan ternyata Ayu hanya mempermainkanku. Dia tertawa puas melihat
tingkahku.
“jangan
bercanda begitu, kesal deh”. Aku menatap Ayu dan Evan jengkel, mereka semakin
tertawa.
Ayu
dan Evan seketika diam, aku jadi bingung melihat mereka yang kompak seperti
itu.
“hai
apa kabar Riana?”. Suara itu terdengar tidak asing ditelingaku. Aku membalik
badan, Ryan sudah berdiri tepat dihadapanku lengkap dengan setelan jasnya dan
buket bunga yang jauh lebih indah dari punya Evan, dia terlihat sangat gagah
dengan potongan rambut barunya.
“aku
baik”. ucapku singkat sangat grogi. Aku menerimah buket bunga yang dia serahkan
padaku.
Orang
tuaku segera menghampiri Ryan, mereka sangat akrab. Sepertinya ada keganjalan
disini, dari mana kedua orang tuaku mengenal Ryan. Akukan belum mengenalkan
mereka pada Ryan.
“sudah
tidak usah bingung Ri, Ryan sudah lebih dulu melamarmu pada kedua orang tuamu.
Bahkan dia selalu menyempatkan untuk mengunjungi mereka tanpa sepengetahuanmu
dan satu lagi, Ryan baru saja di promosikan untuk naik jabatan jadi kamu tidak
usah takut kekurangan materi saat sudah menikah”. Aku mengalihkan pandanganku
pada Evan yang tersenyum jahil.
“maaf
yah Ri, Evan dan Ryan memaksaku memberitahukan alamat kedua orang tuamu, jadi
terpaksa aku berikan”. Ayu tersenyum melebar. Aku satu-satunya yang tidak
mengetahui hal ini. Ternyata mereka semua bersekongkol.
“apa
kamu sudah siap untuk menjadi istriku”. Ryan berdiri dihadapanku dan
menyodorkan sebuah kotak berwarna merah yang berisi cincin yang sangat indah,
wajahnya menjadi lebih serius, semua orang mengalihkan pandangan pada kami.
Kedua orang tuaku tersenyum lebar.
TERIMAH…
TERI..MAH..TERI MAH… teriak Ayu dan Evan, diikuti semua orang yang ada disini.
Aku
mengangguk malu, semuanya berteriak histeris. Ibu menghampiriku dan memelukku
dengan erat dia terlihat bahagia dengan keputusanku. Sementara itu Ryan memeluk
erat Evan, berteriak histeris dan dia tertawa bahagia.
“terima
kasih sudah menjadi jomblo yang taat sebelum aku meminangmu, aku harap kita
bisa pacaran setelah menikah dan kamu bisa mengenalku lebih jauh agar kita
impas karena aku sudah mengenalmu luar dalam dan jatuh cinta dengan
kepribadianmu. I LOVE YOU”. Ryan berbisik ditelingaku sesaat sebelum kami
berfoto keluarga. Aku tersenyum bahagia kepadanya.
Aku
sangat bersyukur pada Allah SWT, prinsipku untuk menjomblo sebelum halal
dibayar begitu indah oleh Allah SWT. Menjadi jomblo memang bukan perkara mudah
di jaman sekarang, harus kuat fisik dan mental menjadi bahan bully bagi
orang-orang sekitar. Menahan godaan saat melihat orang lain berkencang.
“Yang JOMBLO bukan berarti tidak
memahami Cinta. Yang PACARAN bukan berarti lebih merasakan Cinta. JOMBLO itu
pilihan orang yang menyadari bahwa Cintanya itu hanya untuk orang yang
benar-benar akan menjadi belahan jiwanya nanti. Sehingga dia tidak mau mengobral
Hati dan perasaannya kepada orang yang belum tentu menjadi Jodohnya di masa
depan. Dia memilih menjaga diri agar nanti bisa memberikan Cintanya yang
terbaik untuk Kekasih Sejati yang berikrar bersamanya untuk mengarungi
Universitas Kehidupan dan berkumpul untuk Reuni bersama di Syurga”.
Ust. Armansal.
#CatatanKecil
:
Aku
sudah berpakaian lengkap dengan baju pengantin dan make up, Ayupun
menghampiriku. Dia tersenyum dan berbisik padaku. “mulai sekarang ini aku akan
menjadi jomblo taat seperti kamu dan mengikuti prinsipmu”. Aku hanya tertawa
mendengarnya. Aku harap semoga Ayu juga
segera menemukan tambatan hatinya dan segera menikah. aku tahu Evan sedang
gencar-gencarnya mendekati Ayu dan meminta balikan, dan semoga saja dia bisa
bertahan dengan gempuran gombalan Evan. Mempertahankan prinsip jomblo sebelum
menikah, menjadi jomblo taat sepertiku.