Wednesday 28 December 2016

JOMBLO TAAT



JOMBLO TAAT
            “aku bahagia banget punya pacar kayak Evan, dia selalu ada buatku, selalu mengerti perasaanku dan yang paling penting dia selalu mencintaiku”. Senyum sumringan Ayu tidak pernah pudar menceritakan kisah cintanya itu padaku. Aku hanya mengangguk mendengar ceritanya itu, tanganku begitu sibuk menulis laporan praktikum.
            “kisah kamu seperti FTV, mungkin juga berakhir secepat FTV”. Ujarku cuek, Ayu menatapku jengkel. Melemparkan tisu tepat di mukaku.
            “makanya jangan kelamaan jomblo, tidak tahukan bagaimana rasa jatuh cinta itu”. Ayu sengaja menyindirku, setengah berteriak.
            Kualihkan pandanganku padanya, melihat wajahnya yang tersenyum puas setelah menyindirku. Aku sudah terbiasa dengan sebutan jomblo. Dan itu tidak masalah bagiku karena jomblo sebelum menikah adalah prinsipku.
             Bukannya merasa bersalah, Ayu malah mengacuhkanku karena terlalu sibuk chatingan dengan Evan. Sudah setengah jam dia masih sibuk menatap layar smartphonenya, sesekali tersenyum, setelah itu cemberut, sesaat kemudian kembali tertawa persis seperti orang kurang waras.
            “kerja tugas woi, dari tadi lihat HP mulu? Kasihan bukumu sudah berdebu, polpenmu juga sudah karatan tuh tidak pernah di pakai menulis. Kasihan dia tidak pernah lagi menari di atas kertas”. Ayu mengalihkan pandangannya padaku sejenak, sedetik kemudian tertawa terbahak-bahak namun sedetik berikutnya kembali menatap smartphonenya.
            “kebanyakan baca novel, memangnya polpen bisa menari. Lagian sebentar lagi dia menari diatas kertas kamu. kamukan selalu pinjam polpenku, polpen di tangan kamu juga polpen akukan”. Aku menatap polpen yang ada di tanganku. Memang sih ini polpen Ayu.
            “tapi setidaknya polpen ini dapat menjalankan tugasnya di tanganku dan aku tidak akan mengecewakannya seperti kamu”. aku menatap Ayu tidak mau kalah.
            “ya sudahlah kenapa jadi bahas polpen sih, kalau pinjam yah pinjam ajah tidak usah jadi sok pahlawan. Dasar JOMBLO”. Aku menatap Ayu kesal. Apapun perdebatan kami, pasti ujung-ujungnya dia membahas statusku yang jomblo.
            “memang apa salahnya sih jomblo Ay. Aku jomblo karena pilihan bukan karena takdir”. Aku sedikit jengkel.
***
            Statusku sebagai jomblo memang selalu menjadi bahan candaan teman-teman sekelasku, termasuk Ayu. Tapi aku jomblo bukan karena tidak laku tapi karena prinsip.
            Aku masih bisa sabar jika teman-teman sekelasku membully karena aku jomblo, tapi aku paling kesal saat Ayu yang mengejekku. Bahkan Evan awalnya mendekatiku tapi setelah melihat reaksiku yang tidak tertarik padanya, akhirnya dia mengalihkan targetnya pada Ayu.
            Bisa dikatakan Ayu adalah cadangan bagi Evan, tapi aku tidak akan mengatakan hal itu pada Ayu untuk menjaga perasaannya. Aku jadi kesal sendiri jika Ayu terlalu membangga-banggakan si Evan itu.
            Seperti hari ini, Ayu memperlihatkan cincin di jari manisnya. Dan dicincin itu terukir nama Evan, katanya sih pemberian Evan sebagai pengikat cintanya. Hello… nikah ajah belum, malah sudah disegel.
            “Riana jangan iri yah”. Ayu tersenyum menyindir memperlihatkan cincinnya dengan bangga.
            “kenapa juga harus iri, depan kampus juga ada cincin begituan dengan harga 10 ribuan”. Senyum merona Ayu memudar, menatapku jengkel. Aku balik melemparkan senyum mengejek padanya.
            Terlepas dari itu, aku dan Ayu sudah sahabatan semenjak SMA, dulu dia juga tidak pernah pacaran tapi semenjak menginjak bangku kuliah dia menemukan tambatan hatinya yang tidak lain adalah Evan.
            Aku awalnya tidak setuju dia menerimah cinta Evan, tapi karena hal itu Ayu tidak mengajakku bicara selama tiga hari. jadi mau tidak mau akupun menyetujuinya. Jujur saja aku tidak begitu suka gaya Evan yang sok cakep itu, apalagi dengan mudahnya dia mengobral cintanya.
            Sejauh ini Ayu terlihat bahagia dengan Evan, ya walaupun dia sedikit mengabaikan tugas-tugas kampus. Aku harap  mereka bahagia.
***
            Ayu sangat berbeda hari ini, senyum yang selalu dia tampakkan pada seisi kelas tidak terlihat sama sekali tergantikan wajah kusut dengan lingkaran hitam di kedua matanya.
            “kamu kenapa? Tadi malam lupa tidur?”. Tanyaku bingung saat Ayu duduk di sampingku. Bukannya menjawab, Ayu memelukku dan menangis dalam pelukanku. Aku tambah bingung melihat tingkah anehnya itu.
            “Ayu ada apa?”. Tanyaku lebih serius, aku jadi khawatir melihatnya. untungnya saat ini belum banyak orang dikelas.
            “Evan jahat Ri”. Ayu masih terisak berusaha menghapus air matanya.
            “kalian bertengkar?”. Ayu hanya mengangguk masih terisak, aku menyodorkan tisu padanya.
            “Evan selingkuh Ri”. Aku mengusap punggung Ayu, berharap dia bisa lebih tenang.  Sudah kuduga jika Evan tidak setia. Namun Ayu tidak pernah mendengar perkataanku, dia terlalu terbuai dengan rayuan gombal Evan.
            “ya udah putusin saja si Evan itu”. ucapku akhirnya setelah Ayu berhenti terisak. Ayu hanya mengangguk lesu. Akupun tersenyum kembali memeluknya. Semoga Ayu dapat mengambil pelajaran dari kisah cinta pertamanya ini. Menyadari bahwa pacaran itu memang tidak memberikan manfaat.
            Keesokan harinya Ayu menghampiriku dengan sunyum yang kembali ceria, wajah kusutnya sudah hilang. Mungkin itu efek setelah memutuskan Evan. Aku membalas senyum cerianya itu.
            Aku menatap penampilan Ayu dari bawah keatas, benar-benar rapih. Tapi, kenapa cincin dari Evan masih dia pakai. Akupun menatap Ayu curiga. Dia hanya tersenyum malu padaku.
            “Evan sudah minta maaf padaku Ri dan dia berjanji tidak bakalan mengulangin lagi kesalahannya itu”. Ayu menjelaskan padaku seperti mengetahui maksud kecurigaanku.
            Jujur saja aku merasa jengkel dengan Ayu, kenapa dia begitu mudahnya memaafkan si playboy itu. kemarin dia sudah seperti akan kehilangan nyawa. Aku tidak mengerti rayuan seperti apa yang Evan lancarkan hingga membuat Ayu berubah seperti ini dalam sekejap.
            “Ri, jangan diam ajah dong, Evan sudah minta maaf dan dia juga sudah menjeskan semuanya padaku”. Ayu masih berusaha memberikan penjelasan padaku.
            “terserah kamu saja, kamukan yang jalanin bukan aku”. ucapku masih jengkel. Ayu tersenyum padaku. Diapun mengajakku kekantin, menyogokku supaya tidak ngambek lagi. ada untungnya juga aku perhatian sama dia, ya setidaknya dapat teraktiran.
            Hari-hari berjalan seperti biasa tanpa kendala yang berarti, cuaca begitu cerah begitupun denganku selalu ceria setiap saat. Aku melihat Ayu dari kejauhan, kenapa lagi dengan anak itu. dari jauh saja dia sudah terlihat tidak semangat.
            “kasihan matahari sudah cerah menyinari tapi kamunya malah seperti korban badai ganas”. Ayu tidak membalas candaanku, dia hanya menarik kursi dan duduk tanpa berbicara sepata katapun.
            “kenapa? Lupa bawa laporan”. Tanyaku lagi berusaha membuka percakapan. Ayu mengambil laporannya dari tas memperlihatkannya padaku tanpa berkata apapun.
Dia kembali diam. Ada apa lagi dengan ini anak, tidak biasanya dia diam seperti ini. Akhirnya aku juga ikut diam. capek juga bicara tapi didiami seperti bicara sama tembok.
Tanpa sengaja aku melihat jari manis Ayu, ternyata cincin Evan tidak dipakai.
“tumben cincinnya tidak dipakai”. Ayu seketika mengalihkan pandangannya padaku. Raut mukanya berubah menjadi sedih.
“aku sama Evan sudah putus Ri”. Ayu menunduk, menyembunyikan kesedihannya. Dia berusaha tidak menangis seperti sebelumnya. Mencoba lebih tenang.
Sudah kuduga hal ini akan berulang, Ayu terlalu baik untuk Evan. Lelaki itu pasti dengan mudahnya memanfaatkan kebaikan Ayu.
“Akukan sudah bilang Evan itu playboy, kamu masih ajah mempercayai dia”. Tanpa sengaja aku memarahi Ayu.
Tangis Ayu pecah, sedari tadi dia berusaha menahannya.  Aku jadi panik melihatnya. tangisnya semakin kencang.
“sudah berhenti menangis, diliatin orang tuh”. Aku menunjuk sekeliling yang semuanya menoleh kearah Ayu.
Aku menyodorkan tisu pada Ayu, diapun berusaha meredam tangisnya. Setelah agak tenang akhirnya Ayu menceritan semuanya padaku. Ayu memergoki Evan dengan selingkuhannya, diapun marah-marah didepan Evan dan sempat menampar cowok itu.
***
Semenjak saat itu Ayu selalu menghindari Evan yang selalu ingin bertemu dengannya, aku membantu Ayu untuk move on dari Evan. Mulai dari mengajaknya nonton, belanja, dan menyibukkan diri dengan kerja tugas.
Sudah dua minggu semenjak Ayu putus dengan Evan dan mereka berdua tidak pernah bertemu. Hari ini aku mengajak Ayu nonton dan secara kebetulan kami bertemu dengan Evan di bioskop. Ayu sempat terpaku melihat Evan bersama teman-temannya. sementara itu Evan hanya senyum sekilas kearah Ayu.
Aku dan Ayu duduk menunggu sebelum pemutaran film sedangkan Evan duduk tidak jauh dari kami, cowok itu selalu melirik kearah kami, membuatku dan Ayu merasa risih.
Ayu berasalan ingin ke toilet, alhasil tinggal aku sendiri yang menjadi objek lirikan Evan dan teman-temannya. Evan tiba-tiba mendekat kearahku, dia tersenyum manis padaku.
“Hai Ri, apa kabar?”. Tanya basa-basi.
“mau apa kamu? apa belum puas menyakiti perasaan sahabatku”. Jawabku judes, Evan masih saja menghiasi wajahnya dengan senyum.
“Ayu masih marah sama aku yah”. Tanya lagi. cowok ini benar-benar tidak tahu malu, tentulah Ayu masih marah sama dia.
“menurut kamu?”. aku makin jengkel melihatnya.
“sepertinya iya. Ri..” Evan masih belum beranjak dari sebelahku.
“temanku Ryan minta salam sama kamu”. aku mengalihkan pandanganku pada Evan, kaget sekaligus kesal.
“O.. tidak usah minta salam, kalau dia suka sama aku suruh saja kerumah orang tuaku melamar. Simpelkan”. Jawabku sinis. Orang ini benar-benar tidak tahu malu.
Evan hanya tertawa memberi kode pada Ryan untuk mendekat. Aku sontak melototi Evan. Dan cowok itu benar-benar kearahku.
“ya udah kalian biacarakan saja masalah lamaran. Sepertinya Riana sudah kebelet kawin tuh Ryan. Jadi langsung lamar saja”. Evan tertawa sebelum beranjak pergi meninggalkan Aku dan Ryan.
Ayu sudah keluar dari toilet dan berjalan kearahku, dia tampak bingung melihatku. Jarak Ayu tinggal semester dariku namun Evan tiba-tiba muncul dihadapannya dan menariknya menjauh dariku.
Evan benar-benar sedang menjebakku, aku tidak tahu apa yang harus kubicarakan dengan cowok asing ini. Dia tampak lebih ramah dari Evan namun tetap saja teman buaya pasi buaya juga, dan aku tidak ingin menjadi mangsa buaya.
“maafkan Evan yah, bercandanya sering kelewatan. oh yah pekernalkan namaku Ryan teman kantor Evan”. Ryan tersenyum lebar dengan sengaja perlihatkan deretean gigi putihnya, entah mengapa aku menjadi grogi dibuatnya. Akupun menggapai tangannya, tersenyum kaku.
Mau tidak mau akhirnya kami mengobrol ya walaupun aku lebih banyak diam dan dia yang lebih banyak bicara.  Pintu studio sudah dibuka, film yang kami pilih segera ditayangkan. Ayupun muncul bersama Evan, aku tidak tahu mereka dari mana.
“aku akan segera melamar kamu jika kamu siap? Karena aku tahu kamu tidak akan mau pacaran denganku”. Bisik Ryan tepat ditelingaku. Aku menjadi kaku seperti disiram air es tepat di kepalaku, mukaku mmemerah jantungku berpacu dengan cepat.
“kamu kenapa?”. Tegur Ayu, aku tidak menyadari dia sudah berdiri dihadapanku .
“tidak aku tidak apa-apa”. Aku segera manarik Ayu segera masuk ke studio tempat pemutaran film yang kami pilih. Ayu hanya mengikutiku namun wajah penasarannya masih terlihat jelas.
***
Ayu sudah mencecarku dengan berbagai pertanyaan. Akhirnya aku menceritakan semuanya. Bukannya memberikan solusi, dia malah menertawaiku. Air matanya sampai keluar.
“kamu jahat, bukan memberikan solusi malah ketawa”. Aku mencubit perut Ayu kesal. Ayu masih saja tertawa.
“ya udah kalian nikah saja, diakan juga sudah mapan. Punya pekerjaan tetap dan kelihatannya dia cowok baik-baik”. Ayu mencoba memberi masukan namun masih tetap tertawa.
Aku memegang kepalaku benar-benar pusing. Akupun mengambil telponku segera menelpon Evan. Aku meminta Evan untuk memberitahukan pada Ryan bahwa aku belum siap dan ingin fokus kuliah. Dari nada suaranya Evan kecewa, namun aku juga tidak ingin memutuskan masa depanku secepat itu. menikahkan bukan hal yang mudah dan tidak untuk main-main.
Sejak saat itu Evan tidak pernah lagi membahas Ryan dan Ryan juga tidak pernah menemuiku ataupun menelponku padahal aku yakin pasti dia sudah mempunyai no HPku. Aku sedikit kecewa tapi sangat legah. Dan prinsipku menjomblo sebelum menikah tetap kupegang teguh. Dan satu lagi semenjak saat pertemuan dibioskop itu hubungan Evan dan Ayu lebih baik. mereka memutuskan untuk berteman melupakan permasalahan mereka.
Evan sering mengajak aku dan Ayu nonton dan jalan, setiap gajian Evan mentraktir kami. Aku tidak tahu apa yang membuat dia berubah seperti ini, sangat jauh berbeda dengan Evan yang dulu. Aku kira setelah menolak Ryan dia akan menjauh tapi ternyata itu tidak berpengaruh sama sekali. Bahkan kami bertiga lebih sering jalan bersama.
***
Alhamdulillah hari ini adalah hari wisudaku, aku tersenyum pada ibu dan Ayahku, mereka tersenyum bangga padaku. Aku memeluk mereka, aku juga bertemu dengan kedua orangtua Ayu yang terlihat sama bahagianya dengan orang tuaku. Kamipun semua berfoto dan saat itu tiba-tiba Evan datang dan membawa bunga. Dia tersenyum lebar padaku dan Ayu.
“loh kok bunganya Cuma satu. Itu untuk siapa?”. Tegurku saat Evan sudah berada dihadapan kami. Dia hanya tersenyum sambil memberikan bunga itu pada Ayu. Aku pura-pura cemberut.
“aku tidak mungkin memberikan kamu bunga, Ryan akan menggantungku jika aku mengganggumu”. Evan tertawa, begitupun Ayu. Mukaku tiba-tiba merah, kenapa setiap mendengar nama itu aku jadi grogi.
“tuh si Ryan, panjang umur dia”. Seru Ayu mengagetkanku, aku sontak menoleh kebelakang. Dan ternyata Ayu hanya mempermainkanku. Dia tertawa puas melihat tingkahku.
“jangan bercanda begitu, kesal deh”. Aku menatap Ayu dan Evan jengkel, mereka semakin tertawa.
Ayu dan Evan seketika diam, aku jadi bingung melihat mereka yang kompak seperti itu.
“hai apa kabar Riana?”. Suara itu terdengar tidak asing ditelingaku. Aku membalik badan, Ryan sudah berdiri tepat dihadapanku lengkap dengan setelan jasnya dan buket bunga yang jauh lebih indah dari punya Evan, dia terlihat sangat gagah dengan potongan rambut barunya.
“aku baik”. ucapku singkat sangat grogi. Aku menerimah buket bunga yang dia serahkan padaku.
Orang tuaku segera menghampiri Ryan, mereka sangat akrab. Sepertinya ada keganjalan disini, dari mana kedua orang tuaku mengenal Ryan. Akukan belum mengenalkan mereka pada Ryan.
“sudah tidak usah bingung Ri, Ryan sudah lebih dulu melamarmu pada kedua orang tuamu. Bahkan dia selalu menyempatkan untuk mengunjungi mereka tanpa sepengetahuanmu dan satu lagi, Ryan baru saja di promosikan untuk naik jabatan jadi kamu tidak usah takut kekurangan materi saat sudah menikah”. Aku mengalihkan pandanganku pada Evan yang tersenyum jahil.
“maaf yah Ri, Evan dan Ryan memaksaku memberitahukan alamat kedua orang tuamu, jadi terpaksa aku berikan”. Ayu tersenyum melebar. Aku satu-satunya yang tidak mengetahui hal ini. Ternyata mereka semua bersekongkol.
“apa kamu sudah siap untuk menjadi istriku”. Ryan berdiri dihadapanku dan menyodorkan sebuah kotak berwarna merah yang berisi cincin yang sangat indah, wajahnya menjadi lebih serius, semua orang mengalihkan pandangan pada kami. Kedua orang tuaku tersenyum lebar.
TERIMAH… TERI..MAH..TERI MAH… teriak Ayu dan Evan, diikuti semua orang yang ada disini.
Aku mengangguk malu, semuanya berteriak histeris. Ibu menghampiriku dan memelukku dengan erat dia terlihat bahagia dengan keputusanku. Sementara itu Ryan memeluk erat Evan, berteriak histeris dan dia tertawa bahagia.
“terima kasih sudah menjadi jomblo yang taat sebelum aku meminangmu, aku harap kita bisa pacaran setelah menikah dan kamu bisa mengenalku lebih jauh agar kita impas karena aku sudah mengenalmu luar dalam dan jatuh cinta dengan kepribadianmu. I LOVE YOU”. Ryan berbisik ditelingaku sesaat sebelum kami berfoto keluarga. Aku tersenyum bahagia  kepadanya.
Aku sangat bersyukur pada Allah SWT, prinsipku untuk menjomblo sebelum halal dibayar begitu indah oleh Allah SWT. Menjadi jomblo memang bukan perkara mudah di jaman sekarang, harus kuat fisik dan mental menjadi bahan bully bagi orang-orang sekitar. Menahan godaan saat melihat orang lain berkencang.
“Yang JOMBLO bukan berarti tidak memahami Cinta. Yang PACARAN bukan berarti lebih merasakan Cinta. JOMBLO itu pilihan orang yang menyadari bahwa Cintanya itu hanya untuk orang yang benar-benar akan menjadi belahan jiwanya nanti. Sehingga dia tidak mau mengobral Hati dan perasaannya kepada orang yang belum tentu menjadi Jodohnya di masa depan. Dia memilih menjaga diri agar nanti bisa memberikan Cintanya yang terbaik untuk Kekasih Sejati yang berikrar bersamanya untuk mengarungi Universitas Kehidupan dan berkumpul untuk Reuni bersama di Syurga”. Ust. Armansal.
#CatatanKecil :
Aku sudah berpakaian lengkap dengan baju pengantin dan make up, Ayupun menghampiriku. Dia tersenyum dan berbisik padaku. “mulai sekarang ini aku akan menjadi jomblo taat seperti kamu dan mengikuti prinsipmu”. Aku hanya tertawa mendengarnya. Aku harap semoga  Ayu juga segera menemukan tambatan hatinya dan segera menikah. aku tahu Evan sedang gencar-gencarnya mendekati Ayu dan meminta balikan, dan semoga saja dia bisa bertahan dengan gempuran gombalan Evan. Mempertahankan prinsip jomblo sebelum menikah, menjadi jomblo taat sepertiku.