MALAIKAT
JAS HUJAN #2
http://katakata.me/wp-content/uploads/2015/08/gambar-kartun-romantis-islami-terbaru.jpg |
Pikirkanku masih
terjebak dengan sosoknya, senyum perpisahan itu tak pernah bisa kuhapuskan dari
ingatanku. Aku tahu ini keputusanku untuk tidak mengikat janji, namun hatiku
masih terpikat olehnya.
Malaikat jas hujanku, sampai kapankah
kuharus menunggu. Kamu tahu melupakanmu adalah hal yang sulit bagiku. Sosokmu
selalu hadir dipikiranku mengacaukan semua akal sehatku.
Sudah dua tahun ku menunggu. Menunggu
dalam ketidak pastian namun tetap percaya akan janji yang kau ucap. Aku tidak
tahu apakah kamu masih mengingatku atau sudah melupakanku.
Aku sudah lelah, lelah dengan perasaan
rindu yang semakin lama semakin sulit untuk ku bendung. Mungkin aku tidak
pantas dengan rindu ini, karena kamu bukanlah milikku. Namun rindu ini selalu kucurahkan
disetiap doaku, meminta pada sang Maha Kuasa agar kamu bisa menjadi imamku.
Hei malaikat jas hujanku, dimanapun
kamu berada saat ini, aku rindu.
***
Tiba-tiba aku dipanggil di ruang
keluarga, muka kedua orang tuaku begitu serius. Ibuku menatapku dengan wajah
sedih, dan ayahku tampak cemas. Akupun bingung apa yang terjadi pada mereka.
“Syifa sayang, kamu anak ibu yang paling mandiri. Kamu sudah
punya pekerjaan yang bagus. Kamu juga sudah menjadi Apoteker. Mungkin saatnya
kamu membangun rumah tangga”. Ayah menatapku tajam.
Aku bingung, harus menjawab apa. Ibu mendekat
sambil memelukku dan mengelus rambutku dengan sayang. Diapun tersenyum, namun
kulihat air mata membasahi pipinya. Aku membalas pelukan itu. Terasa hangat dan
nyaman.
“nak, sebenarnya ibu masih tidak rela
jika harus melepaskanmu, namun ibu yakin dia lelaki yang baik. Dengan menunjukkan niatnya
itu dengan tulus. Bahkan dia bisa meluluhkan hati Ayahmu”. Entah mengapa air
mataku tiba-tiba mengalir. Bagaimana dengan Malaikat Jas Hujanku?. Apakah aku
harus melupakannya dan bersama lelaki itu. Bahkan akupun tidak tahu nama lelaki
itu.
“Syifa, kami sudah menerimah
lamarannya dan minggu depan keluarganya akan datang kesini untuk melamarmu
secara resmi”. Bahkan kedua orang tuaku sudah menyetujui lamaran ini.
“aku bahkan tidak tahu dia siapa, lalu
kenapa aku harus menikah dengannya?”. Aku sudah tidak bisa membendung rasa
kesalku.
“dia adalah lelaki yang baik sayang”.
Ucap ibuku mencoba untuk menenangkanku.
“tapi aku belum mengenalnya. Sudahlah
aku capek”. Akupun meninggalkan ruangan itu. Kenapa aku malah terjebak dalam
perjodohan ini.
***
Hei Malaikat jas hujan apa kabarmu
disana, aku benar-benar bingung mengapa kedua orang tuaku menjodohkan aku. Kamu
tahu aku masih menunggumu, aku berharap kamu yang datang melamarku. Bukan
lelaki asing itu. Aku hanya bisa berdoa semoga semua ini hanya mimpi.
Keesokan harinya aku sudah terbangun,
masih dengan peraaan sedih. Tiba-tiba ibuku datang dan mengetuk pintu kamarku.
Ibu menerobos masuk karena pintu itu tidak terkunci. Dia menatapku dengan
senyum manisnya, membelai rambutku sambil berkata. “kamu tambah cantik calon
pengntin”. Apakah semua ini benar-benar nyata? Jika ini nyata semoga orang yang
melamarku tersebut adalah kau malaikat jas Hujanku.
Aku pamit keluar namun aku harus diceramahi
satu jam lebih sebelumnya akhirnya aku diperbolehkan keluar. Katanya sih hari
ini terakhir aku bisa keluar karena besok harus mengurus segela pernak-pernik
pernikahan. Sepertinya aku benar-benar belum siap dengan semua ini.
Akhirnya kakiku melangkah ke toko buku
favoritku, disinilah tempat pelampiasan dikala dirundung masalah.
“sepertinya kamu masih suka nongkrong
di toko buku yah?”. Aku menoleh kebelakang, sepertinya suara itu tidak asing.
“Malaikat
jas Hujan…”. Ucapku spontan. Lelaki itu memasang senyum termanisnya padaku
“kenapa sih kamu selalu memanggilku
malaikat jas hujan? Memang aku seperti malaikat yah?”. Irham berusaha
mencairkan suasana yang sedikit canggung.
“ehm…”. Aku bingung harus berkata apa,
perasaan bahagia memenuhi hatiku, namun aku juga sedih memikirkan perjodohannya
yang tinggal menghitung hari.
“kita cari tempat yang enak yuk,
banyak yang ingin aku ceritakan ke kamu”. Ajak Irham, kamipun keluar dari toko
buku itu dan berjalan ke café depan toko buku.
“gimana kabar kamu? Kok kurusan sih”.
Irham membuka percakapan, dia menatapku. Aku sedikit canggung dibuatnya dan aku
merasa bersalah.
“Alhamdulillah baik, kamu apa kabar?”.
Aku masih saja canggung. Irham masih tersenyum manis, seolah berusaha menarik
perhatianku dengan senyumannya itu.
“Alhamdulllah baik dan kabar baiknya
aku sudah lulus. Maaf yah sudah membuatmu menunggu lama. Gimana kuliah kamu?
Kamu masih kuliah atau sudah kerja?”. Irham masih bertanya seperti wartawan
infotaiment.
“sudah kerja. Alhamdulillah kemarin
sudah lulus Apoteker dan sekarang kerja di Rumah Sakit”. Aku mencoba menjawab
dengan suara lembut.
“wah keren. Cepat juga kamu dapat
kerja”. Irham menyeruput kopinya, sambil menetapku. Aku tidak bisa melihat
tatapan itu, perasaan bersalahku semakin besar dibuatnya.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi,
ternyata itu panggilan telepon dari ibuku. Aku segera pamit pada Irham. Wajah Irham
tampak kecewa.
“Syifa… kita bisa ketemu lagi besok?”.
Irham menatapku penuh harap.
“Maaf tapi aku tidak bisa”. Ucapku
dengan tegas.
“kalau besoknya lagi gimana?”. Irham
masih saja berharap. Aku menatapnya tajam.
“mungkin aku tidak akan pernah
menemuimu lagi”. Aku segera beranjak pergi. Irham berusaha mengejarku.
“ini nomor Hpku, jika kamu berubah
pikiran kamu bisa menelponku kapan saja. Aku akan menunggumu hingga kamu mau
menemuiku lagi. Aku merindukanmu Syifa”. Irham menatapku, Aku memalingkan wajah
dan segera beranjak pergi dari tempat itu.
***
Tangisku pecah, hatiku hancur seketika.
Malaikat jas hujanku telah kembali, namun aku menghianati janjinya untuk
menunggu. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa sedihku pada kedua orang tuaku.
Mereka menatapku dengan heran, aku segera ke kamar tanpa mempedulikan mereka.
“sayang kamu kenapa? ibu boleh masuk”.
Terdengar suara khawatir ibuku di depan pintu. Aku akhirnya membuka pintu itu, ibuku
memelukku dengan erat.
“ibu… malaikat jas hujanku telah
kembali”. Tangisku semakin keras.
“tenang sayang, ceritakan siapa
malaikat jas hujan itu?”. Aku berusaha meredam tangisku. Akupun menceritakan
semuanya pada ibuku.
“maaf sayang. Ibu tidak bisa
membantumu, sebaiknya kamu berdoa sama Allah. Jika dia jodohmu pasti kalian
akan disatukan dalam ikatan halal. Manusia bisa berencana tapi takdir Allah
adalah penentu. Pernikahan kamu tidak mungkin dibatalkan secara sepihak karena keluarga
lelaki itu akan datang besok untuk melamarmu secara resmi. Tapi ibu percaya
lelaki yang akan meminangmu ini adalah lelaki yang baik nak. Ibu sudah bertemu
dengan dia dan ibu yakin dia calon suami yang baik. Sebaiknya kamu istirahat
jangan nagis lagi”. Aku menatap ibunya dengan sedih. Ibu menghapus air mataku
yang masih saja terus mengalir.
“sebaiknya kamu istirahat, besok
keluarga besar calon suamimu akan datang. Nanti mereka kaget lihat calon
pengatin matanya bengkak karena nangis”. Ibu beranjak pergi.
Aku merasa sangat bersalah dengan
Irham, tidak seharusnya aku seperti ini. Aku tidak bisa menepati janjiku untuk
menunggunya. Tapi tidak seharusnya aku mengabaikannya lagi. Lelaki itu akan
kecewa bahkan marah jika mengetahui pernikahanku, tapi tidak seharusnya aku
sembunyikan semua ini.
Malaikat jas hujan maafkan aku, aku
tidak bisa menepati janji untuk menunggu.
Aku melihat nomor handphone yang
diberikan Irham tadi. Aku ingin sekali menelponnya. Banyak yang ingin aku
tanyakan padanya. Dan aku juga rindu sama kamu Irham.
sudah sebulan berlalu berlalu namun
aku juga belum menghubungi Irham, tinggal dua lagi pernikahanku akan digelar,
namun bukanya bahagia, hatiku terasa pilu. Aku tidak bisa membayangkan
hari-hariku setelah pernikahan ini.
keluarga besarku telah berdatangan.
Mereka semua terlihat bahagia menanti hari bahagiaku, namun aku hanya bisa
tersenyum dibalik rasa sakit yang harus kututupi.
Baiklah hari ini aku harus menemui
Irham, aku akan menjelaskan semuanya. Aku mengambil nomor handphone itu dan
segera menelpon Irham. Kami akhirnya janjian bertemu di kafe dekat took buku
kemarin.
Aku berusaha keluar dari rumah. Sudah
beberapa hari ini aku dipingit, katanya sih calon pengantin tidak boleh
keluar-keluar rawan kecelakan. Aku harus mencari cara agar bisa menemui Irham.
Akhirnya aku meminta sepupuku untuk
menemaniku dan aku bersyukur dia mau menemaniku.
Tidak butuh waktu lama aku sudah
sampai di kafe tempat aku janjian dengan Irham. Aku meminta sepupuku
menjemputku setengah jam kemudian. Untung saja dia tidak banyak tanya dan mau
menuruti permintaanku.
Ternyata Irham sudah berada didalam
kafe. Dia duduk dengan tenang sambil menyeruput kopinya. Dia tersenyum kearahku
saat melihatku berjalan kearahnya.
“sudah lama menunggu”. Tanyaku sebelum
duduk.
“nggak juga, silahkan duduk”. Diapun
menarik kursi untukku. Wajahnya tampak bahagia.
“Irham, sebelumnya aku mau minta maaf
sama kamu. Aku akan menceritakan semua secara singkat karena waktuku tidak
banyak”. Irham hanya terdiam menatapku.
“apa kamu sudah bosan bertemu
denganku? Apa kamu marah, hingga menghindar seperti ini?”. irham malah balik
bertanya.
“bukan seperti itu, tapi aku… aku akan
menikah”. Akupun meletakkan undangan pernikahnku didepannya. Dia hanya diam
terpaku.
“maafkan aku tidak bisa menunggumu,
aku harap kamu bisa datang ke pernikahanku. Aku harap kamu bisa menemukan
wanita lebih baik dari aku”. Irham masih saja terdiam. Tatapannya tertuju pada
undangan tersebut.
Setelah diam cukup lama, akhirnya dia
membuka suara. “Baiklah aku akan datang. Semoga kamu bahagia”. Irham bediri,
diapun beranjak pergi tanpa memandangku.
Maafkan aku Irham, mungkin ini yang
terbaik untuk kita. aku masih mencintaimu. Sampai saat ini aku masih berharap
kamu yang menjadi kekasih halalku. Air mataku kembali mengalir, hatiku terasa
sesak.
***
Hari ini telah tiba, kamarku telah
dihiasi dengan bunga dan tampak cantik seperti kamar pengantin pada umumnya. aku
harus duduk berjam-jam untuk dirias. Sesekali aku diminta untuk tersenyum oleh
tanteku. Gimana mau senyum jika hati ini sudah tercabik-cabik. Apakah Irham
akan datang? Aku harap dia tidak datang. Aku tidak bisa melihatnya.
Suara di luar kamarku terdengar riuh.
“calon suami kamu baru saja datang, dia
sangat ganteng loh” bisik tanteku sambil tersenyum. Bahkan hingga detik ini aku
belum melihat fotonya. Bahkan berinteraksi dengannya juga tidak pernah. Sempat
beberapa kali aku ingin diperlihatkan fotonya tapi aku menolaknya dengan berbagai
alasan. Sampai detik ini aku masih berharap dia adalah malaikat jas hujanku,
aku tidak rela melihat lelaki lain yang harus bersanding denganku. Tapi mungkn
inilah takdir yang terbaik untuk kami.
Aku menunggu didalam kamar, saat
pengucapan ijab Kabul. Terdengar suara lelaki itu dengan tegas melafalkan ijab
Kabul dengan lancar. Semuanyapun berteriak sah. Air matakupun menetes, bukan
karena bahagia namun semakin sedih. Harapanku semakin jauh untuk bersama
malaikat jas hujanku.
Aku mendengar suara rombong memasuki
kamarku, dan inilah pertama kalinya aku akan melihat suamiku. Yah dia sudah
resmi jadi suamiku sekarang. Lelaki asing yang akan kuhabiskan sisa hidupku bersamanya.
Jantung berdetak kencang, pintu kamar
dibuka. Aku menundukkan pandanganku. Kudengar beberapa tamu mengatakan
pengantinnya masih malu. Lelaki itu mendekat dan duduk didepanku.
Dia memegang tanganku. Akupun melihat
wajahnya. Senyum manis lelaki itu menyambutku. Air mataku mengalir penuh haruh.
Lelaki itu memelukku dengan erat, diapun mencium keningku. Kehangatan terasa
dihatiku air mataku masih saja terus mengalir.
“sudah dong nangisnya, banyak tamu
yang liat”. Bisiknya, aku tersenyum menatapnya. Namun aku menjadi kesal, kenapa
dari dulu dia tidak mengatakan kalau dia yang melamarku.
“kamu jahat”. Aku mencubit perutnya.
Diapun tertawa sambil menghapus air mataku.
“nanti aja peluk-pelukannya yah, masih
ada prosesi adat yang harus dilakukan. Sekarang tukaran cincin dulu”. Kata
salah seorang tanteku. Semuanyapun tertawa. Aku dan Irham hanya tersipu malu.
Kini sedih itu seketika sirna tergantikan rasa bahagia.
Terima kasih Ya Allah, akhirnya dia
yang selalu kesebut dalam doaku adalah jodohku. Mungkin kami sempat terpisah
tanpa kepastian. Berusaha untuk menahan perasaan dan akhirnya hari ini kami
dipersatukan dalam ikatan halal. Malaikat jas hujanku… terima kasih telalu
menepati janjimu, engaku datang di saat yang tepat. Walaupun kejutanmu ini
membuatku sedih beberapa hari ini tapi kamu sudah sukses membuatku bahagia
karena mencintaimu.
http://3.bp.blogspot.com |
***TAMAT***